PAGI ini saya terbangun pukul 07.00 WITA. Udara sejuk masuk ke kamar, kicauan burung, dan tawa RD Antonius Haryanto, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI menghiasi iklim Wisma Lorenzo.
Indonesian Youth Day (IYD) 2016 Manado mencapai penghujungnya…
Hah….. Setiap selesai acara, khususnya acara kebersamaan OMK, selalu ada rasa kehilangan: rasa hampa, kesal, sedih, terharu, terutama karena saatnya berpisah dengan 2.500 OMK Indonesia.
Semua akan kembali ke paroki masing-masing, mewartakan sukacita Injili, apalagi di masyarakat majemuk. Semangat kesatuan ketika kita bernyanyi bersama, bible sharing, live in, dan mengobrol spontan tinggal kenangan sekaligus motivasi.
Sengaja saya berangkat ke Bandara Sam Ratulangi lebih awal untuk bertemu dengan beberapa ‘kawan baru’ OMK Indonesia. Di lounge saya menunggu, tidak lama datanglah rombongan para uskup yang juga menanti kepulangan ke kota masing-masing.
“Sebenarnya (ngopi=ngobrol pintar, seminar di IYD 2016) terlalu menggunakan kata yang basa-basi, seperti ‘narkoba’, itu anak kecil juga tahu. Harus yang lebih kecil-kecil, sesuatu yang lebih kecil dan bisa dievaluasi,” tanggap Mgr. Julius Giulio Mencuccini, CP. “Contohnya, kami dari Keuskupan ini akan melakukan ini, ini, ini (komitmen mandiri terhadap masalah kontekstual sesuai keuskupan),” ujar Uskup Sanggau itu.
“PR pertama para OMK setelah IYD, share pengalaman. Pertukaran budaya semalam itu (yang perlu dibagikan),” kata Mgr. Agustinus Agus, Uskup Keuskupan Agung Pontianak sekaligus Administrator Sintang.
Dari perspektif tugas sebagai Komisi Kateketik, Mgr. Paskalis mengatakan, “Saya berharap mereka terlibat secara konkret dalam katekese, sebagai pengajar iman Katolik untuk bina iman anak dan remaja. Saya melihat bahwa banyak sekali anak-anak yang kurang mendapat pengajaran iman.”
Lebih lanjut Mgr. Mencuccini berharap, “Persahabatan (di IYD) itu harus dipupuk. Sehingga lewat facebook,skype, twitter, dan lain sebagainya, cobalah dipupuk. Seperti kemarin IYD pertama, mereka dari Palembang, mereka dari Manado, masih ada kontak,” ingat uskup kelahiran Italia itu.
“Jangan hanya merasa bersatu ketika di sini. Saya mau mereka tetap bersatu, walaupun jauh, tapi tetap berdoa, ingat di dalam doa. Tetap bersatu di dalam situ,” pesan Mgr. Julius.
Saya berharap orang muda yang sudah ikut IYD ini berkobar-kobar hatinya, dengan semboyan “Kristus di dadaku, Injil dalam hidupku” itu menjadi nyata di era digital,” ujar Mgr. Paskalis sambil tertawa.
Setelah ngobrol dengan masing-masing uskup, Mgr. Ignatius Soeharyo selalu melihat saya.
“Apa juga menunggu diwawancara?” Saya jadi tidak enak. Saya akan hampiri uskup keuskupan saya sendiri setelah ini. Pas sekali pengumuman naik pesawat untuk para gembala kita dikumandangkan. Betul-betul sayang sekali, karena masih ada Mgr. Bunyamin, Mgr. Yuwono, Pak Agus Sriyono (Duta RI untuk Vatikan), dan uskup 67 tahun kelahiran Jogjakarta ini.
“Loh, kamu tidak satu pesawat dengan saya?” tanya Mgr. Soeharyo.
“Saya masih sore pesawatnya,” jawab saya dengan sopan.
“Oh, masih lama toh…”
“Iya, karena saya mau bertemu dengan beberapa teman OMK di sini, monsignor,” respon saya lagi.
“Oke kami jalan ya!” kata Mgr. Antonius Bunyamin kepada saya.
Siap!
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.