SETELAH silaturahmi ke Radio Montini 106 FM, tim Komsos KWI lanjut ke daerah Paroki Malalayang, tempat OMK Kinabalu, Malaysia live in selama Indonesian Youth Day(IYD) 2016.
Ketika kami menyapa di pintu dapur, semua menyambut kami dengan seronok. Beberapa orang tua angkat dan OMK yang live in juga berkumpul di sana. Dapur kecil itu hangat karena meski tidak kenal, torang samoa basudara. Tentu juga agak hangat karena kompor menyala toh?
Net dan Val sedang masak. Satunya mengayomi kangkung balacan(terasi), satunya menjaga sepanci tinutuan(bubur Manado).
Nama lengkap Net adalah Antoinette Justin (22). Tingginya tidak lebih dari dada saya, berkacamata, mungil, tapi energetik. Sedangkan yang langsing menjulang, menggunakan rok dan skapulir Karmelit adalah Valencia Ann Primus (22).
Sikap dan paras duo perempuan ini menyejukkan hati awak.
Mereka adalah dua dari 25 OMK Kinabalu yang diundang secara khusus oleh RD Antonius Haryanto, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI, untuk ikut IYD 2016.
“Tidak seperti belia(sebutan OMK dalam Malaysia) di Kinabalu, mereka terlalu banyak pikir-pikir untuk ikut acara OMK. Di Indonesia, semuanya semangat!” kata Val yang sebelumnya Anglikan itu.
“Iyooo!! Sudah di bandara itu kami disambut dengan musik, tarian, di foto-foto. Kami senang sekali. Semacam artis!” tutur Net dengan gesit dan wajah penuh kebahagiaan.
Bahasa Melayu menjembatani komunikasi dalam keluarga live in mereka. Dengan logat dan kosakata yang sedikit berbeda, tapi tiga malam live in membawa ikatan yang belum pernah ada sebelumnya.
“Mereka dua ini lebih tua dibanding anak saya. Yang paling berbeda adalah postur tubuh,” kata salah satu orang tua angkat yang ada di situ disambut tawa. Putri sang om berbadan besar, ia hanya tersenyum mendengar perkataan sang bapak.
Dari Manado, dipersembahkan kepada OMK Kinabalu bubur Manado atau tinutuan. Sebaliknya, mereka menyuguhkan kangkung balacan dan hinava.
“Kami perempuan harus pandai memasak. Kalau tidak, tidak bisa menikah,” kata Val. Yang lain sontak tertawa lagi.
Nah, hinava ini, Suster Lilian yang memasak. Biarawati Fransiskan Yang Dikandung Tanpa Noda ini live in di rumah, dapur tempat kami semua bercakap-cakap.
“Biasanya pakai ikan tenggiri, tapi karena tidak ada suster pakai ikan merah,” kata Suster Lilian sambil mengaduk.
Daging ikan tanpa duri itu tidak dimasak. Setelah dikupas dan dibersihkan, ikan langsung direndam dengan lemon. Warna daging pun berubah putih seperti di-tim.
“Dan karena tidak ada pare, suster ganti pakai tomat. Harusnya ada pare karena itu bahan utamanya,” kata Suster seraya mengiris cabai.
Setelah disatukan dengan tomat iris dan bawang merah mentah, hinava siap dihidangkan. “Kamu harus coba ini!” kata Suster kepada kita.
“Kami sangat mau tapi maaf sekali suster. Kami harus berangkat lagi mengunjungi OMK lain,” ucap saya setelah selfie dengan mereka.
Perjumpaan singkat yang mewarnai hari ini.
Boleh cakap dengan belia cantik Kinabalu!
GO IYD MANADO 2016!
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.