SELESAI sudah pelatihan perdana KOMSOS KWI tahun 2017 bersama STP St. Bonaventura, Medan (berita klik di sini). Di sela-sela lokakarya, Errol Jonathans menceritakan sejarah pelayananya bersama Komisi Komsos KWI.
Membantu Kaum Berjubah
Fasilitator public speaking ini bukanlah sosok baru di mata aktivis komsos keuskupan tanah air. Beliau sudah lebih dari enam tahun melayani bersama Komsos KWI ke berbagai daerah untuk memajukan kompetensi public speaking bersama. Dimulai dari masa Romo Agus Tuka sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI, mereka berdua dikenalkan oleh Ketua Komisi Komsos Keuskupan Surabaya, Romo Boedi Raden.
“Komsos KWI waktu itu punya keinginan punya pelatihan public speaking untuk para pastor dan seminaris,” ujar Errol. Menurutnya, kekurangan yang dirasakan kaum berjubah tersebut adalah porsi teori yang terlalu banyak, sehingga tidak ada porsi lagi untuk mempraktikkan teori itu.
Direktur Radio Suara Surabaya ini mengadaptasi materi pelatihan yang dibawakan dari ilmu radio. “Ada kesamaan dari pelatihan radio dan public speaking, dua-duanya membutuhkan latihan vokal dan bermanfaat untuk suara kita,” tukasnya.
Di penghujung kepengurusan Romo Agus Tuka, Errol sempat membawakan pelatihan di Atambua. Di situlah Errol bertemu dengan RD Kamilus Pantus, Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI sekarang.
“Setelah kami berdiskusi -sejak masa Romo Agus sampai Romo Kamil- tidak ada permintaan perubahan materi. Bila berbeda-beda segmennya, hanya kemasan yang diubah. Isinya sama,” jelas Errol.
Harapan
Dari sekian pelatihan yang sudah dibawakan, masih ada beberapa hal yang menjadi harapan sekaligus misi. “Dulu di Jakarta, saya sempat membawakan pelatihan untuk pelatih public speaking (training for trainer). Saya berharap ini juga yang bisa terjadi di keuskupan-keuskupan,” jelasnya. Setelah Errol membagikan materi pelatihan selama beberapa hari, para pelatih ini diharapkan akan melatih aktivis komsos asalnya masing-masing. “Dalam satu tahun, sebaiknya ada tiga kali. Kita akan belajar bersama ilmu dasar public speaking pada pertemuan pertama. Setelah saya pulang, mereka dapat membagikannya selama empat bulan ke depan. Pertemuan kedua dan ketiga, isinya evaluasi dan ‘penambalan’ materi yang dirasa kurang oleh para aktivis selama beberapa bulan berkarya.
“Public speaking luas manfaatnya untuk karya komsos, mengingat cakupan pewartaan komsos yang luas: bahkan sebagai public relation Gereja Katolik. Tantangannya lebih dari berbicara dan menulis, tapi pengelolaan variasi media, pematangan ilmu dokumentasi, riset, dan memastikan bahwa umat memahami berita dan informasi -minimal- keuskupan masing-masing,” kata Errol. Masih banyak PR untuk seluruh aktivis Komsos, dimulai dari mengobarkan semangat setiap keuskupan untuk turut merayakan Hari Komunikasi Sedunia. “Jangan sekadar membacakan pesan Paus, tapi adakan sesuatu untuk merayakan pelayanan komunikasi sosial,” kata Errol.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.