Tidak dapat dielakkan lagi bahwa grafik zaman semakin berubah dari waktu ke waktu, baik berubah sepanjang garisnya seperti cara orang bertutur kata dan berkomunikasi, maupun berubah dengan menggeser garisnya seperti bagaimana saat ini media-handphone, telephone, dll- dapat memudahkan orang-orang berkomunikasi. Banyak orang yang menerima keadaan tersebut sebagai perubahan teknologi yang pesat, apalagi pada saat ini sudah memasuki perkembangan industry 4.0. Dimana semua system jaringan dan pekerjaan bisa dijalankan secara otomatis. Melalui system tersebut orang-orang bisa dipermudahkan pekerjaannya. Mesin dan peralatan lainnya sudah menggantikan posisi manusia.
Perkembangan dan kemajuan tersebut turut mengikutsertakaan banyak kaum, baik kaum milenial yang pada saat ini banyak dibicarakan sebagai inovator dan creator yang kreatif, maupun kaum sebelumnya yang masih pada kebiasaan selalu menjaga relasinya antarsesama tanpa harus menunduk dan melihat orang-orang di dunia lain. Yang menjadi perhatian khusus pada perkembangan industry 4.0 ini adalah eksistensi kaum milenial. Bukan hanya eksistensinya sebagai masyarakat melainkan juga sebagai umat dalam Gereja. Banyak orang yang selalu bertanya apakah keberadaan milenials yang mempengaruhi perkembangan jaman? Atau sebaliknya perkembangan tersebutlah yang mempengaruhi keberadaan milenials? Atau mungkin bergerak secara simultan, yaitu saling mempengaruhi?
Eksistensi Milenials
Keberadaan milenials saat ini dalam posisi sentral sekaligus dilema. Di satu sisi mereka adalah penerus bangsa dan Gereja. Di sisi lain mereka justru terjerumus dalam kecanduan produk teknologi. Istilah milenials (generasi Y) yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe merujuk penggolangan generasi yang lahir pada 1980 – 1990 atau pada awal 2000- an. Perilaku milenials pada saat ini menjadi perhatian khusus karena posisinya yang sentral, yaitu berada pada tuntutan kemajuan teknologi. Mau tidak mau dan suka tidak suka mereka harus terima keadaan bahwa mereka adalah kelompok generasi Y tersebut.
Kelompok milenials adalah kelompok yang memiliki banyak potensi baik dalam mengembangkan diri secara personal maupun sesama anggotanya. Secara tidak sadar sebagai akibat dari produk teknologi mereka yang lahir antara 1980-200an sudah masuk dalam kelompok bernama milenial, meskipun secara pribadi mereka sadar bahwa mereka tidak masuk dalam kelompok tersebut, seperti halnya kelompok atau organisasi besar yang butuh anggota resmi untuk kemajuan organisasinya. Keberadaan mereka sebagai kaum milenial patut diapresiasikan sebagai generasi bangsa dan Gereja. Dikatakan demikian karena kebanyakan mereka adalah kaum muda yang memiliki banyak potensi. Melalui potensi-potensi tersebut perkembangan teknologi dalam suatu negara dapat diterima dengan selektif tanpa harus tertutup. Dengan kata lain bahwa kaum milenial yang membawa kemajuan bagi teknologi dan produk-produknya dalam kehidupan bernegara dan meng-Gereja.
Potensi-potensi Sesama Anggota
Kaum milenials atau kaum muda tersebut memiliki potensi-potensi yang seharusnya dikembangkan sebagai wadah mennghapus sikap-sikap yang serba easy going. Bahkan menghilangkan kebiasaan yang apatis. Adapun potensi-potensi tersebut. Pertama, dinamis. Semakin berubahnya jaman dan produknya semakin berubah pula sikap masyarakat dalam negara dan sikap umat dalam Gereja, dengan kata lain bahwa pekembangan jaman selalu berbanding lurus terhadap sikap anggota negara dan Gereja, serta kelompok lain sebagai bagian dari negara. Sikap dinamis milenials sebagai kaum muda dalam hal ini bahwa perkembangan jaman khususnya perkembangan produk teknologi harus diterima sebagai bagian dari kemajuan. Tentunya kemajuan tersebut turut merubah sikap semua orang, khususnya kaum milenials.
Pada era yang serba modern ini, produk teknologi diutamakan khusus untuk kaum milenials. Kaum milenials dijadikan sebagai target pasar. Di sana ada berbagai macam transaksi yang mengandalkan koneksi jaringan internet, seperti online shop. Selain itu, ada juga produk berupa aplikasi dimana semua orang, khususnya milenials bisa saling berinteraksi satu sama lain, seperti WhatsApp, LINE, Instagram, Twitter, Facebook, Youtube, dan lainnya. Karena diciptakannya produk teknologi tersebut bukan tidak mungkin sebagai generasi milenial harus mengikutinya, tanpa harus meninggalkan kebiasaan baik. Selain itu, melalui produk-produk tersebut seseorang satu dengan yang lain bisa dengan mudah saling kenal dan saling berbagi, yang lama-kelamaan akan menciptakan kelompok. Akan tetapi, kelompok/grup yang diciptakan bukan yang nyata tetapi maya dan semu serta sebatas di media aplikasi.
Kedua, orientasi ke masa depan. Kaum muda adalah kelompok yang berorientasi ke masa depan yang bukan mengatasnamakan egoisitas tetapi dalam menciptakan bonum commune. Sebagai anggota masyarakat, kaum muda (milenials) dihadapkan pada kenyataan bahwa harus menghargai perbedaan dalam anggota, tanpa pandang status dan identitas suku, ras dan agama (SARA). Sebagai anggota Gereja, kaum muda diorientasikan pada kenyataan bahwa perkembangan teknologi yang selalu menggeser grafik jaman tidak boleh dijadikan sebagai tuan, tetapi memposisikannya sebagai media dalam merangkul anggota. Sehingga bukan sebatas mencari komentar di kolomnya, seperti di FB, WA, IG, melainkan juga mencari anggota baru yang berorientasi menjaga agar tidak masuk dalam kelompok generasi menunduk yang menjadi candu dengan dunia lain atau ikut menyebarkan kebohongan tetapi masuk dalam generasi yang selalu berkata benar kepada yang lain sebagai sesama anggota (bdk Ef 4 : 25).
Ketiga, terbuka dan kritis. Di era yang semakin serba digital ini menuntut semua pihak dan kalangan untuk terbuka dan menerima keadaan tersebut, khususnya kalangan milenial. Sikap terbuka tersebut bertujuan agar tidak terjebak dalam keadaan yang stagnan atau tertutup dari jangkauan era modern. Akan tetapi, di balik sikap terbuka tersebut diperlukan sikap yang kritis pada perkembangan yang ada. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana bentuk sikap terbuka yang seharusnya. Apakah menerimanya sebagai yang sudah semestinya bahwa kecanggihan produk teknologi harus dimanfaatkan dengan menciptakan mental yang cari gampang?
Sebagai sesama anggota dalam Gereja yang dikehendaki adalah sesuatu yang benar. Meskipun media internet sudah menyediakan apa dibutuhkan dengan cepat, itu tidak menutup kesempatan kita untuk selektif menerimanya. Yang perlu diperhatikan bukan hanya bagaimana seharusnya mengonsumsi kecanggihan tersebut melainkan juga bagaimana memproduksinya untuk sesama. Sebagai generasi Gereja, media-media yang ada sudah seharusnya masuk dalam kalangan gereja. Sehingga gereja juga selektif dalam memberi dan menerima informasi. Dengan demikian yang keluar dari mulut dan yang diberitakan bukan yang kotor, tetapi perkataan yang baik (bdk Ef 4: 29).
Keempat, kreatif dan inovatif. Kecanggihan produk teknologi saat ini adalah buah kreativitas dan inovasi dari penciptanya. Apakah produk tersebut diciptakan untuk kepentingan mereka saja? Tentu tidak. Setiap orang memiliki kesempatan untuk memanfaatkan dan mengembangkannya. Karena produk tersebut bukan hanya bersifat konsumtif melainkan produktif. Eksistensi kaum muda saat ini menjadi tumpuan bagi yang lain. Kaum muda atau milenial dikenal dengan sikap yang selalu mencoba hal-hal yang baru. Dengan kemampuan yang cepat menyerap informasi, kaum muda sudah sepatutnya menyebarkan kebenaran kepada sesama anggotanya dan kepada semua orang. Karena sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai generasi pembangunan bangsa di tengah keberagaman.
Keempat potensi yang dimiliki kaum milenial di atas menunjukkan eksistensinya di tengah keberagaman. Bukan hanya keberagaman secara umum seperti suku, ras dan agama, melainkan juga dalam pandangan terhadap perubahan dalam kelompoknya sendiri. Kelompok milenial yang dikenal semua orang adalah kelompok yang selalu sibuk dengan dunia digital dan internet, sehingga tidak salah banya orang yang menamainya sebagai generasi menunduk. Bahkan semua orang memandangnya sebagai dampak negatif dari produk teknologi. Akan tetapi, di tengah pengaruhnya yang negatif tersebut terselip aroma yang positif. Sebagian milenial juga memanfaatkan produk teknologi tersebut sebagai wadah mencari informasi actual tentunya secara selektif. Kemudian apa yang mereka lakukan dengan informasi tersebut? Informasi yang mereka peroleh tersebut kemudian dibagikan ke sesamanya dan disebarkan sebagai bahan diskusi dalam memecahkan masalah.
Bahkan karena sebagian besar pengguna internet adalah kaum usia produktif yaitu kaum milenial, banyak yang memanfaatkan jaringan untuk hal-hal yang produktif, terutama dalam berbisnis.
Referensi:
“Istilah Milenial”, htttp://www.kominfo.go.id/content/detail/8566/mengenal-generasi-milenial, diakses 5 Maret 2019
PUSPITA: PENDIDIKAN, Mental Instan: Mental yang Salah, edisi II No. XXIV Jan-Juni 2016, hlm 74
ALKITAB, “ Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain karena Kita adalah Sesama Anggota “ ( Ef 4 : 25).
gambar: rawpixel.com
Penulis: Bonifasius Ajestronaldo Sunsine
Ditulis dalam rangka Lomba Esai PKSN KWI 2019
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.