BARISAN para legioner anggota presidium-presidium di bawah Kuria Ratu Rosari Banjarmasin dan Kuria Bunda Pemersatu Palangkaraya siap memasuki gedung pertemuan Wisma Soverdi SVD Palangkaraya. Waktu itu tanggalan merujuk pada angka 31 Maret 201. Mereka masuk seraya membawa panji Legio Mariae di tangan masing-masing. Di belakangnya menyusul barisan para imam dan dua orang uskup.
Tepat pada pukul 08.00 WIB, misa ACIES dimulai dan dipimpin oleh Uskup Keuskupan Palangkaraya Mgr. AM Sutrisnaatmaka MSF selaku konselebran utama, didampingi Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. Petrus Boddeng Timang dan enam orang imam. Sebelum misa dimulai, semua yang hadir mendaraskan doa Tesera secara bersama-sama yang dipimpin oleh perwakilan dari Kuria Ratu Rosari Banjarmasin dan Kuria Bunda Pemersatu Palangkaraya.
Dalam homilinya, Mgr. Sutrisnaatmaka mengawalinya dengan sebuah ajakan kepada seluruh legioner yang hadir agar merenungkan lebih jauh tentang peranan Bunda Maria dalam kehidupan sehari-hari. “Dalam perjuangan kita di tengah-tengah masyarakat, Bunda Maria menjadi teladan bagi kita semua,” kata beliau.
Secara terinci, Uskup Keuskupan Palangkaraya memberi penjelasan perihal ajaran resmi Gereja Katolik (dogma) tentang Bunda Maria meliputi: 1. Bunda Maria sebagai Bunda Allah; 2. Santa Perawan Maria diangkat ke surga sejiwa raganya; dan 3. Bunda Maria dikandung tanpa noda.
Menurut Mgr. Sutrisnaatmaka, melalui kedekatannya dengan Yesus, para legioner diharapkan menunjukkan identitas kekatolikannya; pun termasuk di dalamnya adalah kedekatan dengan Bunda Maria secara khusus. “Ada begitu banyak devosi yang terkait dan melekat dengan Bunda Maria, misalnya saja doa rosario. Ciri ini adalah ciri khas kita; dan ada begitu banyak mukjizat yang terjadi melalui doa rosario maupun novena medali wasiat,” kata Mgr. Sutrisna.
Mgr. Sutrisnaatmaka meyakini bahwa sebagai legioner pasti memiliki sesuatu yang sifatnya khusus yang dapat ditampilkan kepada orang lain. “Berkaitan dengan tugas gereja dan bagi keselamatan orang lain, Legio Maria hendaknya menghidupi imannya dengan segala konsekwensinya; sehingga pada akhirnya kehidupan iman umat dan paroki pun dapat berkembang,” pungkasnya di akhir homili.
Dalam sambutan singkatnya, Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. Bodeng Timang mengimbau agar setelah mendengarkan penjelasan dari Mgr. Sutrisnaatmaka, para legioner tidak ragu-ragu dan bimbang lagi tentang ajaran Gereja mengenai peranan Bunda Maria. “Melalui penjelasan tadi, tradisi yang dihidup oleh Legio Maria adalah sungguh berakar pada tradisi Gereja Katolik. Maka Legio Maria harus mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, namun tidak boleh sombong,” kata Uskup Keuskupan Banjarmasin ini.
Mgr. Timang juga mengungkapkan rasa bangganya atas kehadiran dan partisipasi para legioner dari dua keuskupan, yang terdiri dari anak-anak, kaum muda, dan para orang tua, serta para lansia. “Tugas Legio Maria bukan hanya mendoakan Tesera saja, atau mengunjungi orang sakit; melainkan seluruh luas dunia ini adalah medan karya para legioner,” kata beliau.
Mgr. Timang berkisah, di masa lalu, sebelum lahirnya KTM, Pembaharuan Karismatik Katolik, dan lain sebagainya, Legio Mariae menjadi tangan kanan para pastor.
Uskup Keuskupan Banjarmasin juga berpesan, meskipun Legio Mariae adalah kelompok yang kecil, namun diharapkan mampu menjadi kelompok yang indah dan bermutu. “Jadilah legioner yang membanggakan, karena Anda semua adalah putra dan putri Maria,” kata Mgr. Timang.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.