MEDIA sosial saat ini menjadi wadah yang empuk bagi menyebarnya berita hoaks dan isu-isu yang terkait dengan intoleransi. “Bahkan bukan hanya hoaks melainkan plesetan pernyataan palsu para tokoh yang dibuat meme, menyebar kencang lewat berbagai media dan grup-grup WA (whatsapp),”ujar Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama Eusabius Binsasi pada seminar sehari puncak Pekan Komunikasi Sosial Nasional ke-51, di Aula STIKOM Yos Sudarso, Purwokerto, Sabtu (27/5/2017).
Penyebaran pesan melalui berbagai media terutama media sosial akhir-akhir ini meningkat dan cenderung mengganggu kehidupan bersama termasuk dalam kehidupan antarumat beragama. “Orang mengalami yang namanya skizofrenia informasi, penyakit yang sudah sangat mengganggu karena berujung pada lunturnya nurani, hilangnya budi. Yang pintar seolah menjadi orang bodoh,”ujar Eus, demikian pria asal Flores ini disapa.
Karena itu dalam kaitannya dengan hoaks dan berita palsu, bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan juga masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Kemenag, kata Eus, sudah membuat banyak hal terkait dengan hoaks, plesetan, dan masalah informasi ini.
“Kemenag terus berupaya agar seluruh masyarakat memanfaatkan medsos secara bijak dengan menggunakan landasan agama masing- masing,”ujar Eus.
Menteri Agama, kata Eus bahkan telah mengirimkan seruan atau surat edaran berisi sembilan ketentuan ceramah agama untuk semua agama untuk membendung dan membatasi tersebarnya berita yang tidak benar. Bahkan, kemenag saat ini dikatakan Eus tengah mengkaji dimungkinkannya standarisasi dan sertifikasi bagi penceramah agama.
“Menteri agama juga pernah menulis status di twitter ‘Melawan Hoax Menjaga Hati’ yang
mengajak masyarakat agar memanfaatkan hati untuk menyaring hal yang tidak benar,”ujar Eus.
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI