Di antara penemuan teknologi yang mengagumkan (Among the Wonderful) merupakan kalimat pertama terjemahan dariInter mirifica technicae artis inventa, Decretum De Instrumentis Communicationis Socialis, Concilium Vaticanum II, 1965. Dalam Dekrit itu, para Bapa Konsili Vatikan II mengemukakan alasan dari pentingnya mewartakan Injil dengan memanfaatkan media sosial, sarana komunikasi.“Gereja Katolik didirikan oleh Kristus Tuhan demi keselamatan semua orang. Maka mewartakan Injil adalah suatu kewajiban bagi Gereja. Karena itulah Gereja memandang sebagai suatu kewajiban juga untuk memanfaatkan media komunikasi sosial guna menyiarkan kabar keselamatan dan mengajarkannya bagaimana manusia dapat memakai media itu dengan tepat” (IM,3).
Pada hakikatnya Gereja berhak menggunakan dan memiliki semua jenis media komunikasi itu, sejauh diperlukannya atau berguna bagi pendidikan kristen dan bagi seluruh karyanya demi keselamatan manusia. Adapun cara Gembala bertugas memberi pengajaran dan bimbingan kepada umat beriman, supaya dengan bantuan upaya-upaya itu mereka mengejar keselamatan dan kesempurnaan mereka sendiri dan segenap keluarga manusia. Terutama termasuk panggilan kaum awam, untuk menjiwai media komukasi itu dengan semangat manusiawi dan kristen, supaya menanggapi sepenuhnya harapan besar masyarakat dan maksud Allah.
Dalam Kitab Hukum Kanonik 1983, kita menemukan beberapa kanon yang khusus berbicara tentang Komunikasi Sosial. Kanon 822, §1, menyatakan hendaknya para gembala Gereja menggunakan haknya dalam memenuhi tugasnya (mewartakan Injil) senantiasa memanfaatkan sarana-sarana komunikasi sosial. Tujuan dari penggunaan media komunikasi sosial itu, pertama supaya keutuhan kebenaran iman dan moral terpelihara, kedua, membantu dan melaksanakan tugas pastoral secara efektif. Adapun passion, semangat, jiwa (soul) dari seluruh karya komunikasi sosial Gereja adalah manusiawi dan kristiani. Bagaimana sarana komunikasi sosial mampu memanusiakan manusia dan keluhuran serta martabat manusia dihormati (bdk. Kan 822, § 2-3).
Hermeneutik kanon itu mau mengatakan kepada para pegiat media Komunikasi Sosial agar memperhatikan tujuan dari penggunaan media sosial yakni untuk pewartaan iman dan moral kristiani.CD, 13; IM, 3, 5, 12; GS,26,59,87, tentang kewajiban Uskup dalam mengembangkan dan memajukan kesejahteraan umum. PO, 11 tentang tugas para imam untuk mendapatkan panggilan-panggilan imam, serta tugas pelayanan Sabda hendaknya menggunakan sarana komunikasi sosial yang efektif dan tepat. Sumber dokumen yang menjelaskan Kan. 822 ada pada Dekrit Inter Mirifica, 3,5,12 dan Instruksi Commmunio et Progressio, 28.V.1971, Yohanes XXIII, MP. Boni Pastoris, menjelaskan penggunaan radio, film, dan televisi dalam pewartaan Injil.
Revolusi teknologi komunikasi dan mental manusia
Revolusi Digital adalah perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital yang telah terjadi sejak tahun 1980 dan berlanjut sampai hari ini. Revolusi itu pada awalnya mungkin dipicu oleh sebuah generasi remaja yang lahir pada tahun 80-an. Analog dengan revolusi pertanian, revolusi Industri, revolusi digital menandai awal era Informasi.
Revolusi digital ini telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih saat ini. Sebuah teknologi yang membuat perubahan besar kepada seluruh dunia, dari mulai membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah karena tidak bisa menggunakan fasilitas digital yang semakin canggih ini dengan baik dan benar. Berikut sebuah narasi pengalaman umat pebisnis dan pemerhati Gereja. Beliau bertutur tentang fenomena orang muda yang masih hadir aktif di Gereja, di era digital.
“Saya merasa beruntung di masa remaja pernah bergaul dan bertemu beberapa orang yang membantu menemukan diri sendiri, dan membuat saya tertarik mempelajari berbagai tradisi spiritual, pemikiran dan praktek pendidikan karakter. Tentu saja terbatas yang bersifat alkitabiah. Di Gereja, saya menemukan keasyikan tersendiri membaca berbagai teks sejarah gereja dan bagaimana teks kitab suci dipelajari dan dipahami secara hermeneutik-eksegetik. Di Gereja saya merasa beruntung membaca dengan takjub berbagai cerita tentang Yesus dan para Nabi. Sama takjub dan terbenamnya seperti saya membaca cerita novel East of Eden dan sebagainya.Ada dua area besar dimana apa yang saya sebut sebagai warisan Gereja ini menjadi relevan dan bernilai. Pertama adalah area dimana orang muda menjadi target consumer market masadepan bagi product brand owners. Kedua adalah area dimana orang muda menjadi target talent market bagi corporate brand owners. Kompetisi yang sesungguhnya di antara big corporations seringkali bukan dalam hal mencari konsumen produk, melainkan dalam hal recruiting best talents untuk menjadi good corporate leaders. Bagi dunia bisnis, orang muda adalah segmen yang menjadi target pasar dari hampir semua bisnis yang bergerak di industri FMCG (fast-moving consumer goods), Horeca dan FnB”.
Orang muda adalah pemeran utama seluruh dinamikahidup Gereja (orang muda pemegang kunci perubahan dan dinamika hidup Gereja bukan nanti tapi saat kini). Bukan hanya dalam kuantitas tapi kualitasnya sangat berpengaruh bagi dinamika hidup Gereja. Saat ini target groupdalam pewartaan iman (di dalam Gereja) adalah orang muda. Bagi seorang visionary brand owners, tujuan penggunaan Medsos dalam pewartaan iman adalah membantu orang muda meningkatkan kualitas hidupnya. Lalu marketing tujuannya adalah membangun dunia masa depan dengan idealisme. Dalam dunia digital bagaimana inovasi produk, layanan dan relasi komunikasi sang pewarta dengan umat dapat menolong hidup orang.
Gereja bagi dunia yang mengagumkan
Kita diajak untuk melakukan refleksi atas keberadaan Gereja bagi dunia kontemporerkhususnya bagi orang muda katolik. Ketika menangani sebuah brand, kita harus berangkat dari prinsip, bahwa agar sebuah brand hidup dan berkembang ia mesti memberi sesuatu (produk dan/atau layanan) yang memiliki relevansi dan daya tarik bagi target audience-nya. Lebih jauh brand juga mesti terkomunikasi dengan baik pada audience-nya (umat, orang muda). Petugas pastoral bidang Komsossebaiknyaberjumpa dengan target audience untuk memperoleh insights.Bagaimana brand dapat memposisikan dan mengkomunikasikan dirinya dalam memenuhi kebutuhan dan membantu hidup mereka. Bagaimana agar Gereja menjadi sesuatu yang valuable bagi umat beriman (khususnya omk)hingga mau merelakan, kalaupun bukan uang, paling tidak waktu dan tenaganya untuk Gereja?Masih banyak orang muda yang terlihat datang ke Gereja, fenomena ini menunjukkan bahwa Gereja secara umum masih memiliki sesuatu yang relevan dan juga daya tarik. Pertanyaannya adalah kebutuhan apa yang saat ini dipenuhi oleh Gereja dan mungkin masih menjadi daya tarik bagi orang muda saat ini? Apa yang dilakukan oleh Gereja saat ini yang masih dilihat relevan? Apa yang menjadi unique selling point Gereja di antara berbagai pilihan kegiatan waktu luang yang ditawarkan oleh berbagai pihak di luar Gereja? Di lain pihak apa yang menjadi hambatan bagi orang muda datang ke Gereja? Orang muda seperti apa yang memiliki hambatan datang ke Gereja? Apa yang dimiliki Gereja, yang potensial relevan dan menarik bagi mereka? Kemana seharusnya Gereja bergerak agar tetap dapat melayani kaum muda? Pertanyaan paling penting dan mendasar adalah: Apa (jenis kegiatan) yang diberikan Gereja untuk dan bagi umat, orang muda yang relevan dan memenuhi kebutuhan mereka saat ini?
Sajian menu apa yang dapat disuguhkan Gereja bagi dan untuk umat saat ini? Berangkat dari pertanyaan ini, Gereja hendaknya menjadi adalah sebuah persekutuan (commmunio) umat beriman yang hidup yang keluar dan bagi orang lain (bdk. Kan. 204; LG, 9). Gereja memberikantempat kudus (sanctuary) bagi anggotanya. Tempat kudus bukan terutama sebagai tempat pelarian melainkan sebagai tempat dimana umat dipersiapkan untuk bisa mengatakan ya pada hidup, untuk memiliki keberanian (courage) dalam melakukan perjalanan hidup. Apa yang ditawarkan oleh institusi seperti ini pada dasarnya adalah tempat kudus dimana orang memperoleh the experience of greater being, guidance and consolation yang memampukan dan memberanikan anggotanya menjalani hidup di luar tempat kudusnya tersebut. Jika telah berada di luar Gereja dan berjuang menjadi pembawa kabar gembira Injil Tuhan, dia perlu kembali ke pusat hidup rohani.
Harapan baru
Gereja akan terus mengalami pembaruan bukandengan doktrin atauajaran barunya tetapi dengan cara, metode, bentuk kemasan dalam penyampaian nilai-nilai yang menggerakkan, mencerdaskan dan memberdayakan hidup umat.Komisi Komunikasi Sosial menjadi harapan baru agar dapat menjadi saluran penyaji pelbagai nilai-nilai ajaran Gereja bagi umat; menjadi jejaring passion dan jiwa hidup beriman umat di antara yang mengagumkan di dunia gadget. Tugas utama Komsos kini semakin berat di tengah persaingan teknologi komunikasi yang kompetitifdan bertaburannya nilai-nilai yang dapat membingungkan umat. Mana nilai yang benar dan yang akan dipilih? Target group mana yang jadi fokus audiencenya? Komsos sebagai salah satu komisi pencerah dan penyalur informasi Gereja harus memiliki kepekaan, perasaan yang tajam mendengarkan audience, mereka haus akan nilai-nilai hidup. Komsos menjadi pemegang peran utama sebagai triggerdalam membangun sentire cum ecclesiae.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.