Beranda BERITA Dari Pernas Komisi HAK KWI; Kepala PKUB: Tokoh Agama Perlu Perbesar Ruang...

Dari Pernas Komisi HAK KWI; Kepala PKUB: Tokoh Agama Perlu Perbesar Ruang Untuk Beri Pemahaman Agama Substantif-Inklusif

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Pewartaan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, PERNAS Komisi HAK KWI, Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, Denpasar-Bali, 2022
Ibu Alisa Wahid, hadir secar virtual melalui zoom meetinh sebagai Narasumber sesi ketiga Pernas HAK KWI hari kedua / Komsos Keuskupan Denpasar

MIRIFICA.NET – Dewasa ini sangat dirasakan adanya kecenderungan agama apapun yaitu beragama atau praktek keagamaannya secara simbolik. Kecendrungan ini semakin menggeser cara beragama yang substantif-inklusif.

Maka, sangat perlu para tokoh agama yang mengagungkan pemahaman agama substantif-inklusif untuk memperbesar ruang yang memberikan pemahaman agama substantif-inklusif, termasuk di ruang digital.

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI DR. H. Wawan Djunaedi, MA, mengatakan hal di atas, saat menjawab pertanyaan media ini terkait isu paling krusial mengenai kerukunan di Indonesia sekarang ini, saat wawancara khusus pada Minggu (6/2) malam, usai acara pembukaan Pernas Komisi HAK KWI di Hotel Mercure Nusa Dua, Bali.

“Konsen bersama kita saat ini adalah adanya kecendrungan agama apapun, beragama secara simbolik. Kita kwatirkan ini bergeser dari esensi beragama itu sendiri,” katanya.

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Pewartaan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, PERNAS Komisi HAK KWI, Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, Denpasar-Bali, 2022
Dr. Wawan Djunaedi, MA, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama RI / Komsos Keuskupan Denpasar

Menurut Kepala PKUB, yang juga salah satu narasumber Pernas Komisi HAK, faktor-faktor penyebab lahirnya paham keagamaan secara simbolik itu antara lain paham-paham keagamaan transnasional yang lebih menonjolkan simbol-simbol keagamaan daripada pemahaman secara substantif-inklusif dari ajaran agamanya.

“Kita perlu belajar dari para tokoh agama zaman dulu, mereka sungguh mengedepankan cara dan pemahaman beragama yang substantif-inklusif dan menjunjung kemanusiaan menjadi yang utama,” imbuhnya.

Bertolak belakang dengan situasi terkini di mana banyak orang termasuk tokoh agama yang sibuk dengan praktek agama simbolik yang lebih memunculkan perbedaan, bukan lagi mencari persamaan dari ajaran agama yang berpihak pada martabat kemanusiaan.

“Padahal kita sudah memiliki Pancasila yang sudah merekatkan keperbedaan, namun akibat dari menonjolnya praktek beragama simbolik itu, sila-sila Pancasila menjadi luntur,” katanya.

Menurut Pak Wawan, demikian Kepala PKUB akrab disapa, ketika seseorang beragama atau melakukan praktek keagamaan, itu tidak lepas dari pemahaman agamanya. Maka, ketika simbolis yang dipahami, yang ditonjolkan adalah perbedaan dan merasa paling benar dari yang lainnya. Dengan demikian, hal itu mengancam kerukunan, kedamaian dan keharmonisan.

Sombolik itu, katanya, sejatinya tidak dilarang dan merupakan bagian dari pengungkapan iman, tetapi jangan sampai yang simbolik justru mengabaikan pemahaman esensi dari ajaran agama itu.

Selain pemahaman agama transnasional, faktor lain yang mempengaruhi kerukunan dan toleransi beragama di Indonesia adalah hadirnya media digital sebagai ruang yang memungkinkan setiap orang mau melakukan apa saja, termasuk syiar agama.

“Semangat keagamaan saat ini sangat luar biasa terutama melalui media digital atau media sosial,” katanya.

Namun pada kenyataannya, katanya, kebanyakan yang muncul di media sosial itu adalah para tokoh yang mengagungkan pemahaman simbolik, sehingga ketika orang ingin mengetahui ajaran iman atau agamanya di media sosial, yang muncul justru mereka yang punya pemahaman simbolik dan pemahaman agama transnasional.

Dalam konteks itu Kepala PKUB mengharapkan penting sekali munculnya tokoh-tokoh agama yang memiliki pemahaman substantif-inklusif agar memiliki media sosial.

“Dengan demikian kehadiran tokoh-tokoh ini dapat memperbesar ruang digital untuk berbagi soal pemahaman agama yang substantif-inklusif,” ujarnya.

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Pewartaan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, PERNAS Komisi HAK KWI, Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, Denpasar-Bali, 2022
Komsos Keuskupan Denpasar

Selain itu, sebagai salah satu solusi agar kerukunan beragama yang semakin terancam oleh pemahaman bersifat simbolik tadi, Kementerian Agama RI saat ini memrogramkan gerakan moderasi beragama dan berharap ini menjadi gerakan bersama.

“Moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap dan praktek beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejewantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kesejahteraan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa,” ungkapnya.

Moderasi beragama ini menjadi solusi dalam merawat keindonesiaan dengan empat indikator utama sebagai alat ukur berhasilnya moderasi beragama ini yaitu pertama komitmen kebangsaan yaitu penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi Negara.

Indikator kedua adalah toleransi, dengan menghormati perbedaan dan memberi ruang kepada keyakinan lain untuk mengekpresikan keyakinannya.

Ketiga, anti kekerasan. Orang yang beragama secara moderat pasti tidak akan melakukan kekerasan baik secara fisik maupun verbal dan sebagainya.

Indikator keempat, adapatif terhadap nilai-nilai budaya lokal atau penerimaan terhadap tradisi. “Ini contohnya dalam Gereja Katolik sudah melakukan ini melalui inkulturasi Gereja. Kalau tidak memiliki ini (penerimaan terhadap tradisi), agama akan mengobrak-abrik kearifan lokal yang ada,” urainya.

Terkait Pernas para fungsionaris Komisi HAK KWI yang mengusung tema tentang penguatan moderasi beragama, Kepala PKUB, mengatakan salut dengan apa yang dilakukan Gereja Katolik melalui Komisi HAK KWI.

“Apa yang dilakukan ini adalah sebuah gerakan yang strategis, yang memikirkan dampak jangka panjang. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh para tokoh agama di Indonesia dan Gereja Katolik sudah melakukannya,” ungkapnya.

Pak Wawan berharap agar para peserta yang merupakan tokoh Katolik bahkan juga banyak Imam yang hadir, dapat memberikan pencerahan kepada umat Katolik di tempatnya masing-masing dan tentu ini sangat meringankan Kementerian Agama.

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Pewartaan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, PERNAS Komisi HAK KWI, Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, Denpasar-Bali, 2022
Dr. H. Sholehuddin, S.Ag, M.Pd.I, narasumber yang tampil pda sesi kedua hari kedua Pernas HAK KWI / Komsos Keuskupan Denpasar

Kepala PKUB Wawan Djunaedi, juga tampil sebagai narasumber pada hari kedua Pernas Komisi HAK dan secara garis besar pemaparannya juga menyinggung hal-hal di atas.

Selain Kepala PKUB pada hari kedua tampil pula beberapa narasumber lainnya, yaitu Dr. H. Sholehuddin, S.Ag, M.Pd.I; Tenaga Widyaswara Diklat Surabaya dan Instruktur Nasional Moderasi Beragama, dengan materi Membongkar Asumsi, Membangun Prespektif.

Kemudian Ibu Alisa Wahid, Tim Ahli Penguatan Moderasi Beragama Kementerian Agama RI, yang memberikan pencerahan Moderasi Beragama Jalan untuk Merawat Kemajemukan Indonesia;

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Pewartaan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, PERNAS Komisi HAK KWI, Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, Denpasar-Bali, 2022
Dr. Paulus Tasik Galle’, LIC, sebagai narasumber sesi keempat Pernas HAK KWI, Senin (7/3) / Komsos Keuskupan Denpasar

Lalu ada Dr. Paulus Tasik Galle’, LIC, Instruktur Nasional Moderasi Beragama dari PKUB, yang menyampaikan materi tentang Sketsa Kehidupan Keagamaan di Indonesia dan Peta Jalan Moderasi Beragama .

Penulis: Hironimus Adil