Beranda KWI Ciri-ciri Generasi Muda yang Terpapar Paham Radikalisme

Ciri-ciri Generasi Muda yang Terpapar Paham Radikalisme

0
Ciri-ciri Generasi Muda yang Terpapar Paham Radikalisme
Forum Dialog dan Literasi Media di Keuskupan Agung Semarang./ Foto: Dok Komsos KWI

INTERNET bagai pedang bermata dua. Di satu sisi,  internet  dan media sosial dipakai untuk mendukung banyak kegiatan berkomunikasi sehingga komunikasi menjadi mudah, cepat, menumbuhkan wawasan serta kreativitas, solidaritas dan sebagainya. .

Di sisi lain, internet dan media sosial oleh sebagian dipakai untuk melakukan hal-hal yang tidak baik seperti melakukan tindakan kriminal, penyebaran hoax, penipuan, black campaign, menyebarkan kebencian dan fitnah, Bahkan pada beberapa orang menjadi kecanduan, introvert, mengisolasi diri, tidak terbuka, tidak peka lingkungan, pornografi, anti sosial, hingga merusak rumah tangga.

Sisi negatif lain dari internet dan media sosial yang tak kalah berbahaya adalah maraknya penyebaran paham radikalisme. Media sosial menjadi salah satu sarana yang dipakai para teroris untuk mempengaruhi serta merekrut generasi muda.

“Korban kebanyakan anak-anak yang cerdas dan ranking di sekolahnya. Mereka tercuci otaknya oleh propaganda yang dilakukan para pelaku teror melalui media sosial” ujar salah seorang narasumber dari Densus 88 yang tak mau disebut namanya pada acara Forum Dialog dan Literasi Media, di Gedanganak, Ungaran, Sabtu (25/11/2017).

Mereka yang telah terpapar paham radikalisme, akan melakukan apa saja termasuk menjadi pelaku bom bunuh diri. “Ada himbauan jika ingin berjihad tidak perlu ke Suriah, melainkan melakukan jihad di negara masing-masing. Himbaun ini disampaikan melalui media sosial.”ungkapnya

Untuk mengetahui apakah teman, saudara, atau anak-anak telah terpangaruh paham radikalisme, berikut adalah ciri-ciri korban yang telah tercuci otaknya oleh paham radikal:

  1. Mendadak anti sosial, tidak mau bergaul, mengurung diri, tidak mau bersahabat dengan rekan –rekannya yang lain.
  2. Menghabiskan waktu dengan komunitas yang dirahasiakan. Tidak ingin diketahui dengan siapa ia bertemu, dan apa tujuannya. “Karena banyak pelaku teror awalnya dari keluarga baik-baik tapi tiba-tiba si anak setiap pulang sekolah selalu berkumpul dengan kelompok radikal.
  3. Mengalami perubahan sikap emosional terkait agama, politik dan sebagainya. Bisanya dia akan sangat frontal ketika terjadi perbedaan pendapat.
  4. Selalu mengungkapkan kecurigaan terhadap aturan secara umum/konsensus di masyarakat, semua ditolak karena menurut dia tidak baik.
  5. Memutuskan komunikasi dengan keluarga. Ada aliran yang bila sudah masuk di kelompok itu sudah harus putus hubungan dengan keluarganya.
  6. Menampakan sikap dan pandangannya yang berbeda dengan padangan masyarakat umum. Dia menyatakan ketidaksetujuan seketika pada saat ini.
  7. Tidak senang dengan pemikiran pemuka agama atau lembaga agama yang moderat. Mereka menganggap, para pemuka agama moderat sudah disusupi/sesat.