MIRIFICA.NET – Beberapa keluarga sepuh atau lanjut usia (lansia) berkumpul di rumah Benediktus Yuli Widianto, Ketua Lingkungan St Carolus Borromeus Paroki Kedaton, Keuskupan Tanjungkarang. Mereka mengikuti rekoleksi Penyegaran Lansia bertajuk “Menjadi Lansia yang Nyaman dan Bahagia” pada hari Minggu, 13 September 2020. Ikut bergabung juga keluarga muda dan pengurus lingkungan sebagai bentuk dukungan untuk para lansia.
Masa pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan dalam segala bidang kehidupan. Wabah corona telah merenggut begitu banyak jiwa manusia di berbagai belahan dunia. Semua harus berubah untuk menghindar dari serangan virus tersebut. Pola dan gaya hidup pun harus mengalami perubahan, termasuk dalam kehidupan menggereja.
Kehidupan menggereja mengalami penyesuaian dengan mengatur tata peribadatan sesuai standar protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah. Setelah gereja dibuka dengan memberlakukan tata kehidupan normal baru atau new normal, kehadiran umat diatur secara ketat. Tujuannya adalah demi keselamatan umat dan gereja jangan sampai menjadi kluster penyebaran covid-19.
Kebijakan pembatasan usia untuk mengikuti peribadatan di gereja disesuaikan dengan ketentuan protokol kesehatan tentang pembatasan usia rentan, khususnya lansia yang berumur 60 tahun lebih. Mereka tak diperbolehkan mengikuti misa di gereja. Layanan komuni di beberapa tempat belum diberikan untuk mereka. Tentu alasan yang paling utama adalah demi keselamatan bagi mereka.
Dapat dipahami bahwa orang tua memiliki kerinduan yang jauh lebih besar. Kehidupan religiusnya sudah terbangun lebih kuat. Kebiasaan mengikuti misa harian sudah dilakukan bertahun-tahun, tiba-tiba diputus karena situasi covid-19. Mereka merasa terpinggirkan, tak terlayani. Apakah bentuk pelayanan Gereja untuk kaum lansia?
Maka, setiap ada kesempatan pelayanan dari Gereja akan mendapat sambutan antusias dari kaum lansia. Salah satunya adalah webinar dalam format rekoleksi untuk lansia yang digelar Komunitas St. Jeane Jugan. Topik “Menjadi Lansia yang Nyaman dan Bahagia” tentu sangat menarik bagi para lansia. Pembicaranya adalah Romo BS Mardiatmaja, SJ, Romo Budi Santoso, MSF dan Grace Hartanto.
Ketua Lingkungan St Carolus Boromeus, Paroki Kedaton, Keuskupan Tanjungkarang menangkap peluang ini untuk memberikan pelayanan bagi kaum lansia di lingkungannya. Pengurus mengundang lansia di lingkungannya untuk mengikuti kegiatan rekoleksi lewat “zoombar” alias zoom bareng-bareng yang ditayangkan dengan layar LCD.
Pembicara pertama adalah Grace Hartanto. Ia menyoroti dari segi kesehatan atau bidang medis. Ia melukiskan bahwa usia senja memiliki tanda-tanda fisik dan kesehatan yang mulai terganggu. Maka sikap hidup sehat harus dibangun para lansia. Paparan itu kemudian dikuatkan dengan kajian filosofi dan religiusitas secara bergantian oleh Romo Mardiatmaja dan Romo Budi Santoso. Materi yang disampaikan cukup mendalam, tapi kedua pastor itu menyajikannya dengan santai dan mengena di benak dan hati lansia. Gelak tawa bahagia mewarnai respon para lansia yang menonton layar kaca dalam zoombar itu.
Romo Mardi, misalnya, menyinggung dunia kedokteran yang pasti membahas mundurnya fisik dan kesehatan lansia. Memasuki tahap lansia mereka mulai meninggalkan sepeda motor atau sepeda, bahkan memilih mobil yang harus dikendarai sesuai selera. Romo Mardi mengajak lansia tahu diri dan sadar diri akan kondisi dan keterbatasan yang dimiliki. Kekurangan fisik saat ini biarkan Tuhan yang mengerjakannya. “Tugas manusia adalah mempersembahkan “daging” nya yang lemah itu kepada Tuhan. Berikan yang paling baik. Sejauh mampu melakukan, persembahkan yang terbaik,” katanya.
Ia melanjutkan bahwa hidup itu milik Tuhan. “Umur seberapa pun itu milik Tuhan dan dipersembahkan untuk Tuhan. Berserah kepada Tuhan, jangan khawatir,” katanya. Yang harus dilakukan saat ini adalah memelihara alam, mengurus diri sendiri dan orang lain. Seperti harus memakai masker adalah kepedulian untuk menjaga diri dan orang lain. Di tubuh manusia itu alam semesta, manusia adalah bagian dari alam, apa yang dimasukkan ke dalam tubuh, makanan adalah bagian dari alam.
Romo Mardi mengajak untuk ingat bahwa Tuhan yang menyelenggarakan kehidupan, maka jangan takut dan khawatir pada Sang Penyelenggara Ilahi. “Apakah semua ingin masuk surga? Ya, jangan takut mati,” katanya disambut ketawa para lansia.
Romo Mardi membuat suatu analogi seorang ibu yang harus melahirkan anak dengan operasi caesar. Itu sakit dan menyengsarakan ibu maupun anak. Tetapi karena berpikir soal anak, maka yang ada selanjutnya adalah sukacita. Seperti seorang anak harus sakit karena cabut gigi, setelah itu akan merasakan enak, dan giginya tumbuh dengan gigi baru yang lebih kuat. Jadi pandangan manusia lansia harus optimis, harus positif.
Romo Mardi tak hentinya untuk mengajak bersyukur dengan cara yang menarik. Ketika mata sakit harus menjalani operasi. Mengapa hanya fokus ke mata, kenapa tidak berpikir bahwa masih punya indera lain yang berfungsi baik. Ketika itu dihayati pasti akan dapat mengatakan bahwa Tuhan Baik. Dalam Yoh 21:20-22 Aku akan membimbing kamu melalui Roh Kudus.
Suasana semakin segar saat Romo Mardi menganalogikan “tempe gembus” yang ditunjukkan dan kemudian disantap dengan nikmat. Tempe gembus itu enak. Kalau manusia mampu menghayati bahwa apapun yang tersedia baginya itu enak, maka itulah yang disebut dengan syukur. Kita percaya pada Allah, Yesus adalah anak Allah. Pada Allah semuanya bisa. “Untuk itu, perlu cara pandang dengan kacamata yang positif,” katanya.
Kalau ada lansia yang berpandangan bahwa anak cucu payah karena tidak tahu apa yang diharapkannya, maka lansia terjebak pada masa lalunya, dengan prestasi yang diperolehannya, dan keinginan-keinginan yang masih mau dicapainya. Itulah gejala post power syndrom. Istilah muda, tua, lansia atau yang lain itu adalah kata-kata yang jelek. Yang harus disadari saat ini adalah aku abdi Tuhan.
Maka lansia harus bahagia. Supaya keren istilahnya harus diganti dengan kata kekinian yang akan viral. Kelompok glamour. golongan lanjut umur. Menjadi tua tetapi tetap memberi berkat. Tak perlu ragu, Tuhan dapat berbuat apapun, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Penderitaan Yesus yang disalib dan darah Yesus itu berkah. Dicurahkan untuk kita manusia. Penderitaan Yesus itulah yang paling berat, dan itu ditanggung-Nya karena mencintai Bapa. Yesus akan membawa kita menuju rumah Bapa. Sekali lagi Romo Mardi memancing “glamour” dengan pertanyaan kunci. “Masih ingin masuk surga? Hanya satu pintunya, yaitu mati. Tak perlu takut, karena itu jalan ke surga,” katanya.
Para lansia, maaf glamour, Lingkungan Carolus Borromeus menemukan kegembiraan. Apalagi rekoleksi itu ditutup dengan misa yang sudah lama mereka rindukan. Mereka berbahagia, diterima dan didukung kaum muda. Makan bersama setelah acara menjadi penanda kebersamaan keluarga Lingkungan Carolus Borromeus. Hormat mereka pada kaum glamour yang menjadi inspirasi dan suluh semangat menata hidupnya lebih baik.
Penulis: Fransisca Setyatun/Paroki Kedaton, Tanjungkarang.
Baca juga: Baptisan di Masa Pandemi
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.