Intoleransi dan pelbagai bentuk kekerasan bernuasa agama sering melanda negeri tercinta kita. Segar dalam ingatan kita kasus penyerangan yang dilakukan sekelompok orang terhadap umat Katolik yang sedang menjalankan kebaktian Doa Rosario pada Kamis 29 Mei 2014 di Wilayah Paroki Banteng, Keuskupan Agung Semarang. Ini salah satu contoh dari sekian banyak kasus yang mengindikasikan lemahnya penghayatan dan penghargaan terhadap kebebasan beragama di negeri ini.
Situasi ini mendorong RD. Guido Suprapto (Sekretaris Komisi Kerawam), RD. Agus Ulahayanan (Sekretaris Komisi Hubungan Antar Agama), dan RD. P. C. Siswantoko (Sekretaris Komisi Keadilan Perdamaian, Pastoral Migran dan Prantau) mengadakan refleksi kritis atas pelbagai bentuk intoleransi dan tindakan kekerasan yang sering terjadi di negeri yang mengahayati nilai Bhineka Tunggal Ika.
- Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menyadari realitas keberagaman dan siap untuk hidup berdampingan dalam perbedaan agama/kepercayaan, suku, ras maupun golongan. Perbedaan dan keragaman adalah suatu keniscayaan, bahkan harus dipandang sebagai realitas/kondisi yang dikehendaki Sang Pencipta.
- Sebelum lahir NKRI, Nusantara ini telah dihuni dan dihidupi oleh warga masyarakat yang beraneka ragam agama, suku dan budaya. Mereka juga telah berkontribusi untuk memperjuangkan atau merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Oleh karena itu, UUD RI 1945 telah menjamin keberadaan seluruh warga untuk hidup dinegara ini dengan kesamaan hak dan kewajiban serta kesamaan dihadapan hokum. Setiap warga masyarakat adalah bagian sepenuhnya dari bangsa ini yang harus diakui, dihormati dan dilindungi harkat dan martabatnya oleh Negara.
- Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam kalau terjadi keributan, pertikaian/tindakan kekerasan antar warga masyarakat, apapun alasan dan penyebabnya, apalagi kalau dipicu isu/persoalan SARA. Karena jika hal ini terjadi hanya akan merendahkan harkat dan martabat bangsa yang mengakui BHINNEKA TUNGGAL IKA sebagai jati dirinya.
- Kami mengajak seluruh masyarakat menciptakan solidaritas, dan membangun jalinan kebersamaan yang harmonis. Solidaritas dan suasana yang harmoni sangat dibutuhkan untuk menjadikan bangsa kita agar semakin eksis bangunan kebangsaannya dan survive dalam upaya mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Solidaritas dan suasana harmoni merupakan modal sosial yang penting dan amat dibutuhkan untuk bangsa kita ke depan.
- Kami meminta pihak-pihak manapun agar menghentikan menggunakan isu SARA demi tujuan pribadi, kelompok atau golongan, serta demi memperoleh dukungan dalam rangka memperoleh kedudukan atau jabatan-jabatan public.
Imam diosesan (praja) Keuskupan Weetebula (Pulau Sumba, NTT); misiolog, lulusan Universitas Urbaniana Roma; berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI, Juli 2013-Juli 2019