MIRIFICA.NET – Sabtu, 14 Maret 2020 civitas academica Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng mengadakan kegiatan seminar kebudayaan dengan mengangkat tema : Pemajuan Kebudayaan Daerah sebuah Tantangan bagi Filsafat dan Teologi. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati pesta emas 50 tahun Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng. Koordinator bidang Ilmiah panitia perayaan 50 tahun STF-SP, Pastor Dr. Stenly Pondaag, S.S., M.Th. mengatakan bahwa kegiatan seminar kebudayaan ini merupakan suatu pembahasan yang sungguh berbeda, namun sekaligus menjadi sebuah perhatian mendasar. Atas latar belakang tersebut, pertanyaan utama yang diangkat adalah bagaimana sumbangsih Filsafat dan Teologi bagi pemajuan kebudayaan?
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara mewakili Gubernur Sulawesi Utara, Bpk. Jenry Sualang, S.Pd., MAP. mengatakan bahwa pemimpin yang berkualitas bukan hanya pemimpin yang cerdas semata, namun juga pemimpin yang berbudaya. Hal semacam ini telah dimuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Tujuan utamanya agar dapat mencerdaskan kehidupan bangsa yang seutuhnya. Maka, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan kinestetis menjadi integrasi bagi pemimpin yang berkualitas. Sebagaimana visi para calon pimpinan agama dan masyarakat. Perhatian dari pemerintah akan pemajuan kebudayaan menjadi penting terutama dalam kaitaannya dengan mengembangkan dan memajukan kebudayaan itu sendiri.
Drs. Alex Ulaen, DEA melanjutkan pembahasan ini dengan mengangkat UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Usaha dan peran dari Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng dalam pemajuan kebudayaan adalah tentang bagaimana pendidikan dan pengetahuan filsafati mengkaji paham-paham kebudayaan dalam usaha untuk memajukannya.
Pastor Dr. Paul Richard Renwarin melanjutkan pembahasan ini dengan perspektif antropologis. Pembahasan ini menggali kembali pembahasan UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Beliau membedakan tiga pemahaman kebudayaan mulai dari kata benda, kata kerja, dan strateginya. Upaya menelusuri kebudayaan menggunakan metode interpretif (obervasi dan interview). Selanjutnya, beliau mengemukakanperkembangan kebudayaan melalui tiga tahapan yakni mitis, ontologis, dan fungsional. Atas pemahaman itu Peran Filsafat dan Teologi menjadi penting dalam mengembangkan peradaban danmemajukan kebudayaan.
Thomas hobes, seorang Filsuf Inggris, mengemukakan pertanyaan bagaimana pengetahuan manusia berkembang? Jawabannya, perkembangan itu terletak pada kemampuannya menandai secara simbolik setiap kenyataan. Itulah usaha berfilsafat dan bertologi dari dan dalam konteks. Bentuk konkretnya adalah literasi kebudayaan secara filosofis dan kegiatan spiral pastoral secara teologis kontekstual.
Turut hadir dalam kegiatan seminar kebudayaan ini, Uskup Manado Mgr. Benedictus Untu, MSC dan Uskup emeritus Mgr. Joseph Suwatan, MSC. Ketua STF Seminari Pineleng Pastor Dr. Gregorius Hertanto, S.S., M.Th., para staf dosen dan tamu undangan yang datang dari Unika De La Salle Manado, Institut Agama Kristen Manado, Universitas Kristen Indonesia Tomohon, dan mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng. (Fr. Yanto Kansil)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.