Pohon yg tak berbuah, by komsos kwi

Hari ke- 25 dalam renungan HPS kali ini kita diajak St. Lukas untuk merenungkan pohon ara. Pohon ara adalah tumbuhan asli di Asia Kecil dan Siria, tingginya bisa mencapai 12 meter dan di tanah yang berbatu-batu pun dapat tumbuh subur Buahnya kerap mendahului daunnya, bunganya tak pernah jelas kelihatan. Pembuahan dilakukan oleh serangga kecil bersayap empat. Buah ara agaknya sudah sejak zaman dahulu termasuk buah asli Palestina, seperti anggur dan zaitun (mis Hak 9:7 dsb). Pohon-pohon ini dihubungkan dalam janji-janji Allah tentang kemakmuran dan dalam peringatan-peringatan para nabi. Sering pohon ara ditanam bersama pohon anggur (Luk 13:6), suatu hal yang menghasilkan ungkapan terkenal” berdiam masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya”  sebagai lambang kesejahteraan dan kemakmuran yang berlanjut terus. Hasil yang banyak merupakan tanda perdamaian dan karunia Allah.

W Corswant dalam A Dictionary of Life in Bible Times (1960) menjelaskan tiga macam buah berurutan: 1). Buah ara musim kemarau atau buah paling akhir merupakan tuaian pertama dari bulan Agustus sampai musim dingin. 2). Buah ara hijau atau buah musim dingin. 3). Buah ara bungaran yang masak sebelum musim kemarau paling digemari karena segar dan enak. Agaknya Yesus mengharap akan mendapati buah ara hijau di pohon yang dikuti-Nya.

Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat di berbagai bidang, termasuk dalam bidang pangan. Kalau dulu di Palestina terdapat buah ara, anggur dan zaitun, kini berkembanglah aneka pangan  buah atau pun jenis pangan yang lain. Kemajuan teknologi ini membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif teknologi mampu meningkatkan diversivikasi, higienis, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Dampak negatif  kemajuan teknologi ternyata juga cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya. Zat aditif adalah bahan kimia sintetis yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa, memberi daya tarik dan memantapkan kesegaran produk tersebut. Sebagai konsumen kita mesti cerdas memilih pangan sehat.

HPS   mengingatkan keluarga kita untuk mengelola dan mengolah pangan yang beragam, bergizi, dan berimbang serta aman. Keluarga menjadi komunitas awal untuk menciptakan dan membangun kebiasaan pangan sehat yang berbasiskan pada keanekaragaman sumber pangan lokal dan menghilangkan kebiasaan untuk menyajikan pangan instan dan siap saji. Pangan yang sehat, berkualitas, dan aman dapat disajikan dari dapur rumah tangga. Marilah kita belajar dari Yesus: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepaka-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh 6:35). Dengan demikian, kita sebagai orang beriman bertanggungjawab untuk mengelola pangan dan kehidupan yang membawa pada keselamatan, tidak menghancurkan dan merusak tubuh. 

Pertanyaan reflekftif:

Andaikan tubuhku juga seperti pohon ara (sebutkan dalam hati usia masing-masing) apakah sudah menghasilkan buah yang bermanfaat bagi hidup orang lain?Doa:

Bunda Maria, bantulah hidupku agar menjadi sumber inspirasi pangan sehat bagi orang lain dengan perantaraan Kristus Tuhan kami, Amin.

(A. Widyahadi Seputra)