MIRIFICA.NET – Di penghujung tahun 2022, Badan Pelayanan Nasional Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (BPN PKK I) menggelar Temu Nasional Pewarta dan Pengajar (TNPP) secara online di media zoom pada tanggal 3 dan 4, 10 dan 11 Desember 2022. TNPP yang diikuti 700 orang peserta itu merupakan pengembangan dari Temu Nasional Pengajar Evangelisasi (TNPE) yang telah diselenggarakan secara rutin sebelumnya tiap 2 tahun sekali. Oleh karena sebagian besar para pengajar Sekolah atau Kursus Evangelisasi juga menjadi Pewarta dan Pengajar Retret Jenjang Pembaruan Karismatik Katolik (PKK) dan Seminar-seminar Doa, Pastoral Konseling, Creative Ministry, Kepemudaan, Media Komunikasi dan lain-lain. Oleh karena itu, mulai tahun ini pembinaan para pewarta dan pengajar dijadikan satu wadah yaitu TNPP.
TNPP pada tahun ini bertema “Pewarta dan Pengajar yang Bersahabat dan Berkarisma”. Adapun topik-topik materi yang dibahas meliputi: “Bersahabat Untuk Menginjil & Bermisi Di Tengah Keberagaman” dengan pembicara: Rm. Markus Nur Widipranoto, Pr (Sekretaris Komisi Karya Misioner KWI); “Bersama Gereja Wartakan Firman Allah” disajikan oleh Rm. Adrian Adirejo, OP (Rektor Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya); “Bersahabat Dengan Pewarta Dan Pengajar Muda” dengan pembicara: Rm. Frans Kristi Adi Prasetyo, Pr (Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI); “Perwujudan Misi Yang Bangkitkan Harapan Sejati” bersama Mgr. Seno Inno Ngutra (Uskup Keuskupan Ambon dan Ketua Komisi Kateketik KWI); “Firman Itu Sungguh Hidup” disajikan oleh Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan (Ahli Kitab Suci, Uskup Keuskupan Malang dan Ketua Komisi Liturgi KWI); ”Kekuatan Media Dalam Pewartaan Dan Pengajaran” dengan pembicara: Rm. Anthonius Steven Lalu, Pr (Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial KWI); “Menghidupkan Karisma Pewartaan Dan Pengajaran” Disajikan oleh Timotius Tanto Wijoyo (Wakil Koordinator BPN PKKI); serta “Pencurahan Karisma Pewartaan Dan Pengajaran” dengan pembicara: Rm Steve Winarto, Pr (Moderator BPN PKKI).
Selain pembahasan dari para narasumber tersebut, setiap sesi juga diperkaya oleh sharing dari para pewarta dan pengajar dari 25 Badan Pelayanan Keuskupan di Indonesia, 5 komunitas anggota Charis Indonesia, yaitu Komunitas Tritunggal Mahakudus, Light of Jesus Family (LoJF), Chatolic Family Ministry (CFM), Domus Cordis dan Immanuel, serta komunitas non Charis Indonesia, yaitu Profesional dan Usahwan Katolik (PUKAT) Nasional. Kesempatan sharing itu telah memperluas pengetahuan dan wawasan peserta, karena para pewarta dan pengajar dari berbagai keuskupan dan komunitas itu memiliki pengalaman-pengalaman, keterampilan-keterampilan, serta kreativitas karya sesuai dengan situasi dan kondisi umat yang dilayaninya.
Dalam ulasannya, Rm Nurwidi mengajak para pewarta dan pengajar untuk mengembangkan hidup mistik “BERSAHABAT” dengan Allah dan sesama baik yang sama keyakinan iman, budaya, tingkat pendidikan, serta usianya maupun yang berbeda. Semakin intim berelasi dengan Allah, semakin terbuka berjalan bersama orang lain atau komunitas lain. Para pewarta dan pengajar diundang untuk terlibat aktif dalam gerak Allah yang menyelamatkan negeri tercinta ini dengan semangat inkulturatif yang berarti semakin meng-Indonesia dan semakin peduli dengan pergulatan hidup masyarakatnya. Pewarta dan pengajar diajak untuk menjadi berkat dengan menghadirkan “jalan-jalan baru”, yaitu menjadi “jembatan” bukan “tembok pemisah”.
Selanjutnya, Rm. Adrian Adirejo yang tampil sebagai narasumber kedua mengetengahkan bahasan bertema “Bersama Gereja Wartakan Firman Allah”. Dalam pembahasannya, Rm. Adrian membagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu: Firman Allah sebagai Ajaran Iman, Ajaran Iman dalam Gereja, dan Hidup kita sebagai pewarta dalam Gereja.
Di hari kedua, Rm. Kristi mengajak peserta TNPP berefleksi tentang persahabatan dengan orang muda dengan membandingkan dari Christus Vivit artikel 250 yaitu “Yesus ingin menjadi sahabat bagi setiap orang muda”. Rm Kristi mengajak peserta untuk kembali mendalami pesan Paus Fransiskus dalam Hari Orang Muda Sedunia ke-37. Di mana Paus mengajak umat untuk belajar dari dua lansia Elisabeth dan Zakaria. Diungkapkan bahwa sekarang waktunya orang muda untuk bergegas menuju perjumpaan yang nyata yaitu penerimaan yang riil dari mereka yang berbeda, sebagaimana yang terjadi antara Maria yang masih muda dengan Elisabeth yang sudah tua. Ikatan antara yang tua dan yang muda dibutuhkan, agar kita semua tidak lupa akan sejarah untuk mengatasi semua bentuk polarisasi yang terjadi di masa kini.
Sementara itu, Timotius Tanto Wijoyo menekankan bahwa para pewarta dan pengajar dapat mengajar dengan “penuh kuasa” dan mengubahkan hidup pendengarnya bilamana para pewarta dan pengajar memiliki jalinan hubungan yang intim dengan Allah dan mengandalkan daya Roh Kudus yaitu karunia dan karisma mengajar. Jadi yang pertama dan utama bukanlah kemampuan public speaking, tetapi keintiman bersama Allah dan daya Roh Kudus-lah yang membuat para pewarta dan pengajar dapat menginjil dengan berwibawa dan berdaya ubah.
Pada hari ketiga, Rm. Steven Lalu mengajak pewarta dan pengajar untuk meningkatkan literasi digital, agar peserta tidak menjadi “budak” teknologi, melainkan peserta dapat memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk menginjil. Selain itu, peserta juga diajak untuk kembali pada sumber-sumber yang dapat dipercaya dalam menyerap informasi yang terdapat di Internet dan Media Sosial. Oleh karena kehadiran sumber-sumber informasi tidak dapat dibatasi, maka upaya yang dilakukan Gereja untuk melindungi pertumbuhan iman umat adalah meningkatkan kemampuan literasi umat, agar umat semakin pintar untuk menyaring dan menanggapi aneka informasi yang disuguhkan di Internet atau Media Sosial, serta merespon dengan menyampaikan hal-hal yang positif.
Sementara itu, dalam pembahasannya, Mgr. Pidyarto mengingatkan peserta pada konstitusi dogmatik Dei Verbum, bahwa Sabda Allah itu adalah segala bentuk komunikasi diri Allah kepada manusia. Pada akhirnya, Sabda Allah itu berupa Allah sendiri yang datang untuk menyapa manusia sebagai sahabat-sahabatNya. Senada dengan hal itu, penulis Kristen kuno S. Yohanes Chrysostomos melukiskan bahwa Kitab Suci merupakan surat cinta Bapa Sorgawi kepada anak-anakNya. Allah sendiri telah menulis sepucuk surat cinta demi keselamatan umat manusia. Belajarlah mengenal hati Allah melalui sabda-sabdaNya, agar kita dapat semakin merindukan keabadian.
Mengawali pembahasan di hari ke empat, Mgr Inno membagikan pengalaman untuk bermisi di Keuskupan Amboina dengan menjadi sahabat bagi umat dan masyarakat. Kebersamaan harus dipupuk untuk dapat memecahkan aneka pergulatan hidup. Pada kesempatan itu, Mgr Inno mengundang peserta untuk ambil bagian dalam misi tersebut, khususnya untuk penyediaan sarana pendidikan bagi anak-anak. Walaupun, ketersediaan gedung sekolah merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi dari semangat misi sejak dulu, Gereja hadir dengan ikut serta menyediakan sarana pendidikan, baik berupa gedung sekolah, para guru, maupun sarana-sarana pendukung kegiatan belajar lainnya.
Dalam sesi penutup, Rm. Steve Winarto menyimpulkan bahwa pribadi pewarta dan pengajar yang bersahabat dan berkarisma adalah mereka yang siap untuk dipilih, diberkati, dipecah, dan dibagikan untuk menjadi berkat. Rm Steve juga mengingatkan peserta bahwa Tuhan tidak memilih orang hebat untuk melayaniNya, tetapi Tuhan memilih orang yang tulus dan rendah hati. (Budi Sutedjo)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.