SETIAP tahun Gereja Katolik merayakan Hari Minggu Komunikasi Sosial (Komsos) Sedunia. Perayaan ini bukan hanya menegaskan penghormatan kepada martabat manusia sebagai makhluk simbolik-komunikatif tetapi juga penghargaan Gereja terhadap manusia sebagai makhluk rasional yang mampu menciptakan “areopagus baru” dalam bidang komunikasi. Demikian ungkapan Sekretaris Eksekutif Komsos Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo Kamilus Pantus dalam sambutan pengantar “Seminar Pemanfaatan Media Komunikasi Sosial dalam Tugas Pewartaan” yang digelar di Aula St Lusia, Rumah Retret Giri Nugraha, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa, 4/8.
Lewat komunikasi, lanjut Romo Kamilus, manusia dapat membuka diri, memberi arti, dan menyampaikan perasaannya kepada orang lain, yang kemudian ditanggapi dalam bentuk kata maupun tindakan. “Komunikasi, dengan demikian menjadi syarat utama terjadinya kerja sama, perjumpaan dan terciptanya koeksistensi yang damai dengan orang lain,” ujarnya.
Menurut Romo Kamilus, inisiatif pertemuan yang diadakan Komisi Komsos KWI dengan Komisi Komsos Regio Sumatera lewat acara “WORKSHOP PEMANFAATAN MEDIA KOMUNIKASI SOSIAL DALAM TUGAS PEWARTAAN REGIO SUMATERA DAN PRODUKSI FILM PENDEK” ini merupakan manifestasi pesan Paus Fransiskus tentang budaya perjumpaan sejati melalui dialog dan komunikasi. Tujuan perjumpaan itu tak lain adalah hidup yang berkoeksistensi secara damai dengan orang lain.
Menyitir Ensiklik Evangelii Gaudium (EG), ahli misiologi lulusan Universitas Urbanianum Roma ini mengungkapkan bahwa Paus Fransiskus dalam EG telah menjelaskan bahwa tujuan dialog tak lain adalah untuk mempromosikan kepenuhan perkembangan pembangunan dan peningkatan kebaikan umum. Dalam konteks membangun sebuah budaya perjumpaan yang sejati yang dicirikhaskan oleh spiritualitas komunikasi. Setiap pemahaman komunikasi yang benar harus menjadikan Kristus sebagai sumber utama dan puncak karya komunikasi. Dasar primat karya komunikasi itu tak lain adalah kasih. Dengan kata lain, “Komunikasi bukanlah pengungkapan ide-ide atau penunjukan emosi semata. Melainkan komunikasi adalah penyerahan diri kepada Kasih,” ungkap Romo Kamilus.
Ketika seorang komunikator Katolik melepaskan pemahaman dan karya komunikasinya dari Kristus atau cinta kasih, menyitir pernyataan Paus Fransiskus dalam EG 237, menurut Romo Kamilus, tindakan itu tidak lebih daripada sebuah “Tindakan bunuh diri secara perlahan-lahan”. Sebaliknya, keterikatan pada Kristus akan menghantar setiap komunikator Katolik dalam membawa banyak jiwa pria dan wanita, anak-anak dan orang dewasa, tua, dan muda, untuk duduk bersama di meja perjamuan Kerajaan Surga. “Meja Kerajaan Surga bukan hanya sebuah eskatologi melainkan praksis hidup manusia di dunia yang ditandai oleh keadilan, kesejahteraan dan solidaritas,” ujarnya.
Oleh karena itu, Romo Kamilus memberikan saran kepada setiap pekerja dan pelaksana media yang beragama Katolik untuk sadar akan arti terdalam istilah “Katolik” yang pada hakikatnya mengandung arti “keterbukaan, keterjalinan, persatuan dan komunikasi, lawan dari kesempitan, ketertutupan dan eksklusivisme.” Keterbukaan ini, menurut dokumen Lumen Gentium (LG) 13a, memiliki ciri khas dengan universalitas panggilan umat Allah yang bersumber pada universalitas kehendak Allah untuk mempersatukan segala sesuatu, keterarahan semua umat Katolik pada segala lapisan masyarakat, dan mereka yang tak beriman (LG 13d). Dan keterbukaan yang ditandai oleh keterbukaan untuk menerima dan diperkaya dengan aneka kebudayaan dan cara pandang lain (LG 13b).
Maka, tugas para pekerja media yang beragama Katolik atau sebagai komunikator Katolik yaitu menjadimediatrix atau perantara, yang menghubungkan Allah dan manusia, dengan mengutamakan dialog iman dan kemanusiaan yang jujur, terbuka dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, melalui dialog yang demikian, bagi Romo Kamilus, Gereja Katolik di Tanah Sumatera melalui Komisi Komsosnya bisa membangun jembatan bagi semua manusia, supaya dengan demikian setiap orang dapat menemukan orang lain bukan sebagai musuh atau saingan, “Tetapi sebagai seorang saudara untuk dirangkul dan dipeluk, sehingga tercipta sebuah ruang nyata bagi persaudaraan sejati,” kata imam diosesan Keuskupan Weetebula ini.
Di akhir pengantar, Romo Kamilus menegaskan kembali bahwa upaya untuk membangun perjumpaan sejati harus dimulai dengan sumber, puncak dan tujuan segala kebaikan, yakni Kristus sendiri. “Bersama Dia kita diutus untuk membangun perjumpaan dengan sesama melalui dialog yang sehat dan jujur. Tujuan dialog itu tak lain adalah untuk mencapai kesepahaman bersama demi pembentukan kehendak umum yang rasional, jujur dan adil tanpa intervensi primat dogma dan latar belakang primordial yang lain,” pungkasnya. (ANS)
Foto: Sekretaris Komisis Komsos KWI, Romo Kamilus Pantus di mimbar “Seminar Pemanfaatan Media Komunikasi Sosial dalam Tugas Pewartaan” yang digelar di Aula St Lusia, Rumah Retret Giri Nugraha, Palembang, Sumatera Selatan.
Sumber Foto: (ANS)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.