MARGARETA Pole dilahirkan pada tahun 1471. Ia adalah kemenakan dua orang raja Inggris, Edward IV dan Richard III. Henry VII mengatur pernikahannya dengan Sir Reginald Pole. Sir Pole adalah seorang prajurit gagah, sahabat keluarga kerajaan. Pada saat Raja Henry VIII naik tahta, Margareta telah menjadi janda dengan lima orang anak. Raja Henry VIII masih muda dan belum berpengalaman dalam hal mengendalikan kerajaan dan kekuasaan. Ia menyebut Margareta sebagai wanita paling kudus di seluruh Inggris. Ia begitu terkesan pada Margareta hingga ia mengembalikan sebagian harta keluarganya yang hilang di masa lampau. Raja juga memberinya gelar kerajaan.
Raja Henry amat mempercayainya hingga Margareta diberi kepercayaan untuk mendidik Puteri Maria, putri raja dan Ratu Katarina. Tetapi kemudian, Henry berusaha menikahi Anne Boleyn, meskipun ia sudah beristeri. Margareta tidak menyetujui perilaku raja. Karena itu, raja mengusirnya dari istana. Raja menunjukkan bagaimana ia sangat tidak suka kepadanya. Raja bertambah murka ketika seorang putera Margareta, seorang imam, menulis sebuah artikel panjang menentang tuntutan Henry untuk menjadi kepala gereja Inggris (Putera Margareta itu kelak menjadi Kardinal Reginald Pole yang terkenal). Henry tidak dapat mengendalikan diri lagi. Ia menjadi seorang yang kejam serta penuh rasa dengki. Ia mengancam akan membinasakan seluruh keluarga Margareta.
Henry mengutus orang-orangnya untuk menginterogasi Margareta. Mereka harus dapat membuktikan bahwa Margareta adalah seorang pengkhianat. Mereka menginterogasinya mulai pagi hingga petang. Tetapi, tidak pernah sekali pun Margareta berbuat kesalahan. Tidak ada yang disembunyikan olehnya. Kemudian Margareta dikenai tahanan rumah di sebuah kastil seorang bangsawan. Lalu, ia dipindahkan ke sebuah menara besar di London. Ia bahkan tidak diadili sebelum dipenjarakan. Selama musim dingin yang panjang, Margareta menderita kedinginan yang hebat. Tidak ada api dan tidak cukup pakaian hangat baginya.
Akhirnya, pada tanggal 28 Mei 1541, Beata Margereta dihantar keluar dari menara menuju tempat pelaksanaan hukuman mati. Ia lelah dan sakit, tetapi ia berdiri tegak dan gagah untuk mati demi imannya. “Aku bukan seorang pengkhianat,” demikian katanya dengan berani. Margareta dipenggal kepalanya. Usianya tujuhpuluh tahun.
Bersediakah aku mengambil resiko kehilangan penghargaan orang terhadapku oleh karena imanku kepada Kristus?
Sumber: yesaya.indocell.net
Inspirasimu: Santo Agustinus dari Canterbury : 27 Mei
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.