Beranda KUNJUNGAN PAUS 2024 Bapa Suci : Setan Selalu Ada di Saku Kita

Bapa Suci : Setan Selalu Ada di Saku Kita

Paus Fransiskus didampingi Uskup Agung Jakarta Ignasius Kardinal Suharyo, dan Ketua Konferensi Waligerea Indonesia Mgr Antonius Subianto Bunjamin saat melaksanakan audiensi di Gereja Katedral Jakarta, Rabu (4/9/2024). Audiensi dengan Paus Fransiskus ini diikuti oleh Uskup, pastor, biarawan, biarawati, dan katekis. INDONESIA PAPAL VISIT COMMITTEE/ WISNU WIDIANTORO 04-09-2024

Sikap bela rasa sangat terkait erat dengan persaudaran. Sikap ini tidak sekadar pada tindakan memberi sedekah untuk saudara-saudari yang membutuhkan. Namun kita harus menyentuh mereka juga.

“Bela rasa itu berarti mendekatkan kita dengan orang lain sekaligus menghapus segala sesuatu yang menghalangi kita untuk turun dan menyentuh mereka yang ada di bawah, mengangkat mereka dan memberi mereka harapan,”ujar Bapa Suci Fransiskus dalam audiensi bersama para uskup, romo, biarawan dan biarawati, seminaris dan katekis di Gedung Gereja Katedral Jakarta, Rabu (04/09/2024).

Ditemani Pater Markus Solo Kewuta SVD sebagai penerjemah, Bapa Suci menyatakan bahwa bela rasa berarti merangkul mimpi dan hasrat orang-orang yang kita tolong untuk bisa mengalami kebebasan dan keadilan, memelihara, mendukung mereka sambil melibatkan orang lain, memperluas jaringan dan menghilangkan batasan-batasan demi menciptakan kekuatan kasih yang luas dan besar.

Karena itu, Paus menekankan pentingnya menyentuh orang-orang kecil atau kaum miskin. “Ketika mendengarkan pengakuan (dosa), saya biasanya bertanya apakah pernah memberi sedekah pada orang miskin. Itu pertanyaan pertama. Pertanyaan kedua, apakah pernah menyentuh tangan orang yang meminta. Kita tidak hanya memberi tapi bersentuhan langsung dengan orang miskin. Itulah yang dikatakan sebagai mengembangkan jaringan kasih,”ujar Paus.

Menurut pria yang mengidolakan Santo Yusuf ini, ada juga orang-orang yang takut berbela rasa karena mereka mengganggap sikap itu sebagai sebuah kelemahan. Sebaliknya, kata Paus, orang-orang itu justru menjunjung tinggi dan menganggap kelicikan, mementingkan diri sendiri, menjaga jarak dengan semua orang dan tidak membiarkan disentuh oleh apa pun dan siapa pun sebagai sebuah keutamaan.

Jadi, kata Paus, mereka berpikir lebih cerdas dan bebas dalam mencapai tujuan. Ini cara yang salah dalam melihat realitas.

“Di Argentina, tepatnya di Buenos Aires, ada orang kaya yang maunya selalu menerima dan mengeruk kekayaan dari orang lain. Ini orang yang malang karena dia begitu ingin mendapatkan dari yang lain tapi tidak bisa menutup peti jenazahnya sendiri. Setan memang selalu ada di dalam saku kita. Apakah Anda percaya?”tanya Paus disambut tawa seluruh hadirin.