EKSORSISME bukan istilah baru dalam perjalanan Gereja Katolik. Yesus dalam kebersamaan dengan para pengikutNya sudah sering melakukan eksorsisme. Karya yang sama dteruskan oleh para pengikuti-Nya. Para eksorsis dalam Gereja Katolik mendapat rahmat secara cuma-cuma dari Tuhan. Pemberian yang datang dari kemurahan hati Tuhan digunakan untuk membantu sesama.
(Mengenai eksorsisme bisa dibaca di https://www.instagram.com/p/7CFaFwK-qn dan https://www.instagram.com/p/7ZKujIK-pg )
Dalam Gereja Katolik, Eksorsisme digunakan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan dari pengaruh setan, berkat otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya. Ruang lingkup pelayanannya terbatas pada pribadi yang sedang terbelenggu di bawah pengaruh kuasa setan. Sedangkan untuk menangani penyakit-penyakit, terutama yang bersifat psikis; sudah menjadi tanggung jawab dunia kesehatan. Maka penting bahwa sebelum seorang merayakan eksorsisme, ia harus mendapat kepastian bagi dirinya bahwa yang dipersoalkan di sini adalah sungguh kehadiran musuh yang jahat, dan bukan suatu penyakit.
Menurut Pastor Cipriano de Meo, seorang eksorsis sejak 1952, kunci membedakannya adalah discernment (karunia kepekaan dan pembedaan) melalui doa. Kemungkinan terbesarnya juga, seorang yang kerasukan akan bereaksi terhadap kehadiran eksorsis itu sendiri dan doa yang diucapkannya.
“Sang eksorsis akan berdoa sampai di titik di mana bila si jahat ada di situ, ia akan bereaksi. Mereka tidak ragu untuk mengeluarkan ekspresi ketakutan, mengucapkan ancaman, gestur yang aneh-aneh dan terutama penghinaan terhadap Tuhan dan Ratu Surga,” katanya.
Sebagai eksorsis, penting untuk menjaga kerendahan hati, kemurnian, dan mengingat selalu bahwa kemampuan mereka hanya berasal dari Kristus, kata Pastor de Meo.
“Terlepas dari persiapan rohani, kerendahan hati, dan keyakinan, kita perlu ingat bahwa kita tidak sendiri dalam melawan si jahat. Kita dipanggil untuk melawan mereka dalam nama Yesus Kristus,” ujar Pastor de Meo.
Ketika orang-orang mencari jawaban radikal atau tanda terhadap kerasukan, pertahanan terbaik adalah doa dan hidup sakramentali, kudus.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.