Bacaan Pertama: Hos 6:1-6
Aku menyukai kasih setia, dan bukan kurban sembelihan.
Umat Allah berkata, “Mari, kita akan berbalik kepada Tuhan, sebab Dialah yang telah menerkam tetapi lalu menyembuhkan kita, yang telah memukul dan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari,
pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal
dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan. Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.”
Dan Tuhan berfirman: “Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Efraim? Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Yehuda? Kasih setiamu seperti kabut pagi, dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar. Sebab itu Aku telah meremukkan mereka dengan perantaraan nabi-nabi. Aku telah membunuh mereka dengan perkataan mulut-Ku, dan hukum-Ku keluar seperti terang. Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan kurban sembelihan.
Aku menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada kurban-kurban bakaran.
- Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, menurut besarnya rahmat-Mu hapuskanlah pelanggaranku. Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!
- Sebab Engkau tidak berkenan akan kurban sembelihan; dan kalau pun kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Persembahan kepada-Mu ialah jiwa yang hancur; hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
- Lakukanlah kerelaan hati-Mu kepada Sion, bangunlah kembali tembok-tembok Yerusalem! Maka akan dipersembahkan kurban sejati yang berkenan kepada-Mu: kurban bakar dan kurban-kurban yang utuh.
Bait Pengantar Injil: Mzm 95:8ab
Bacaan Injil: Luk 18:9-14
Sekali peristiwa, Yesus menyatakan perumpamaan ini kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar
dan memandang rendah semua orang lain: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang satu adalah orang Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, aku bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini. Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata, Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.”
Demikianlah Injil Tuhan.
Dalam hidup, ada orang-orang yang bertobat karena mempunyai maksud tertentu. Misalnya, ada orang yang sedang terkena sakit parah, kemudian ia berujar bahwa kalau sembuh ia tidak akan ‘minum-minum’ dan merokok lagi. Atau ada orang yang usahanya mengalami kebangkrutan lalu ia bernazar bahwa kalau usahanya maju kembali ia akan lebih dermawan. Inilah pertobatan yang ingin memanfaatkan kemurahan hati Tuhan belaka. Seperti halnya Israel, mereka bertobat karena menginginkan berkat Tuhan saja. Oleh karena itu, Nabi Hosea menegur dengan kata-kata, “Kasih setiamu seperti kabut pagi dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar.” Kabut pagi itu tidak akan mudah bertahan sampai siang hari. Demikian pula dengan pertobatan orang Israel tidak akan berlangsung lama.
Tindakan demikian adalah suatu kepura-puraan, kepalsuan; seolah-olah bertobat. Seperti yang digambarkan dalam perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai kala mereka berada di Bait Allah. Orang farisi itu seolah-olah berdoa, padahal sebenarnya ia sedang meninggikan dirinya di hadapan Tuhan. Gerakan pertobatan yang benar senantiasa mengarah kepada Tuhan. Tindakan ini senantiasa membuat orang semakin mengutamakan Allah dan mendahulukan Allah dibandingkan dirinya sendiri. Ia akan semakin membuka pikiran dan hatinya sehingga apa yang ia pikirkan dan ia rindukan semata-mata hanya mewartakan dan memuliakan Allah. Dengan demikian, tindakan orang-orang yang digerakkan oleh Allah senantiasa dilandasi oleh kerendahan hati yang membawa berkat dan sukacita bagi orang-orang disekitarnya.
Ya Allah, Putra-Mu sendiri bersedia turun menjadi senasib dengan kami. Semoga dalam kerendahan hati, kami senantiasa menikmati berkat-Mu dan giat menjadi penyalur berkat-Mu. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.
Sumber: Renungan Ziarah Batin 2020, Penerbit OBOR
Inspirasimu: Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Prapaskah III
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.