Rekan-rekan yang baik!
Bacaan Injil Minggu Paskah VI tahun A ini (Yoh 14:15-21) dipetik dari “Wejangan-wejangan terakhir” Yesus yang tercantum dalam bab 14 Injil Yohanes. Minggu lalu telah dibacakan bagian pertama (Yoh 14:1-14). Di situ disampaikan bagaimana Yesus membesarkan hati para murid. Mereka diajak tetap berteguh pada jalan yang benar yang memberi hidup. Keteguhan inilah yang menumbuhkan iman. Hari ini dibacakan bagian kedua dari wejangan-wejangan itu. Gagasan pokoknya berkisar pada mengasihi. Memang keteguhan iman baru utuh bila ada kasih. Bacaan ini memberi pendalaman di seputar apa itu “kasih” dalam hubungan dengan keteguhan mempercayai Yesus tadi.

“Pesan-pesan terakhir” sebenarnya jenis tulisan yang pada zaman itu sudah umum dikenal. Tulisan seperti itu memuat ajaran seorang guru kebatinan bagi para murid yang sedang menghadapi saat-saat sulit. Yoh 14 termasuk teks yang dibuat dengan tujuan itu. Marilah kita dekati beberapa pokok sebagaimana terdapat dalam bacaan hari ini.

MENURUTI PERINTAH-PERINTAH?
Awal dan akhir petikan ini berbicara mengenai “menuruti perintah-perintahku”. Disebutkan pada ayat 15, “Jikalau kamu mengasihi aku, kamu akan menuruti perintah-perintahku.” Tentu saja kita akan bertanya perintah-perintah mana yang dimaksud. Namun sebelum melangkah lebih jauh, baiklah diteliti dulu pernyataan dalam ayat itu. Kalimat itu janganlah dimengerti sebagai “Bila kalian betul-betul mengasihiku, maka mestinya kalian menaati perintah-perintahku.” Seolah-olah kecintaan terhadap guru perlu dibuktikan dengan melakukan hal-hal yang diperintahkan. Memang gagasan ini memiliki nilai sendiri, tapi bukan itulah maksud kalimat dalam ayat 15. Lalu apa? Kalimat itu justru menggarisbawahi kebalikannya. Ringkasnya, mengasihi Yesus itu bakal membuat orang dapat mengenal perintah-perintahnya dan menurutinya. Jadi mengasihi sang guru menjadi jaminan agar dapat memperhatikan perintah-perintah sang guru. Begitulah pada ayat 21 nanti terungkap bahwa siapa saja yang memegang dan menuruti perintah-perintahnya, dia itulah yang juga nyata-nyata mengasihinya. Oleh karena itu ia akan dikasihi Bapa dan Yesus sendiri.

Dalam ayat-ayat di atas “mengasihi” Yesus dipakai dalam arti mengakui kebesarannya dan meluangkan tempat bagi dia, setia kepadanya. Ini dari sisi murid. Dari sisi sang guru? Dikasihi oleh guru berarti menerima perlindungan darinya. Latar belakang ungkapan “mengasihi” ini ialah kehidupan umat Perjanjian Lama. Mereka dipilih, dikasihi, dilindungi, dipedulikan Allah, tapi sekaligus mereka diharapkan tetap setia dan memberi tempat padaNya….. Jadi mengasihi dalam pengertian itulah menjadi dasar bagi “menuruti perintah-perintah”. Meskipun kata yang dipakai sama, ungkapan itu tidak hanya menunjuk kepada perintah yang pernah diucapkan sang guru. Oleh karena itu tidak juga melulu dipusatkan pada perintah saling mengasihi (Yoh 13:34 15:12). Patut dicamkan kata “perintah” di kedua ayat ini bentuknya tunggal sedangkan dalam Yoh 14:15 dan 21 jamak.

Yang dimaksud dengan “perintah-perintah” di dalam petikan ini ialah kekuatan-kekuatan yang menggerakkan dari dalam dan disadari datang dari hubungan batin dengan sang guru sendiri. Demikian maka tindakan para murid tidak bersumber dari diri dan kemauan mereka sendiri. Tindakan mereka dijiwai oleh kehadiran guru mereka dalam diri mereka. Orang banyak akan melihat perilaku dan tindakan-tindakan para murid Yesus menghadirkan kembali Yesus sendiri. Hidup mereka seakan-akan menyuratkan perintah dari atas yang dapat dibaca orang banyak. Dalam hal ini hidup mereka menjadi kesaksian. Tapi sebagai kesaksian bisa terjadi pula dalam hal-hal tertentu tindakan murid menghadirkannya, dalam hal lain kurang. Bahkan bisa jadi mereka kehilangan kepekaan akan “perintah-perintah” tadi dan berubah jadi orang yang tidak lagi bisa dikatakan murid, atau orang yang tidak lagi berhubungan dengan yang ilahi.

SANG PENOLONG DAN DAYA-DAYA BATIN
Dalam ayat 16 disebutkan Yesus akan minta kepada Bapa agar memberi Penolong yang lain yang menyertai murid-murid selamanya. Dalam bahasa Yunani Injil Yohanes, Penolong itu disebut “parakleetos”, yakni dia yang selalu siap dipanggil datang membantu, memberi uluran tangan di saat-saat gelap, menuntun di jalan yang licin. Dialah yang akan dikirim dari atas sana menyertai murid-murid. Ia akan menunjukkan jalan ke pegangan yang sesungguhnya, yang bisa dipercaya, yang bukan tipuan dan mencelakakan. Maka ia disebut Roh Kebenaran. Jadi para murid boleh merasa aman? Ya.

Bagaimana kehadiran Roh Kebenaran dapat dirasakan? Bagaimana Penolong itu bertindak? Tentu dalam diri murid-murid sendiri, dalam ketajaman batin mereka masing-masing untuk membedakan yang benar dari yang keliru, dalam kepekaan hari nurani mereka dalam bertindak menurut kebenaran. Jadi semacam “discernment” membeda-bedakan pelbagai gerakan dalam batin. Dalam bahasa Injil Yohanes hari ini, gerakan-gerakan batin yang datang dari atas sana itu disebut “perintah-perintah”. Jelas mengikat dan membawa orang bertindak. Sekali lagi perlu diingat bahwa dasarnya ialah “bila kalian mengasihi aku”. Tanpa ini, gerakan-gerakan itu malah akan mengacaukan dan membuat orang mandul kerohaniannya, mlungker batinnya. Perintah-perintah yang datangnya bukan dari sana itu mengurangi kemerdekaan batin, dan bisa-bisa malah mencekik.

PENGUTUSAN DAN PERUTUSAN KE “DUNIA”
Dalam Yoh 14:17 dikatakan bahwa “dunia” tidak dapat menerima Roh Kebenaran karena tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Ditegaskan selanjutnya bahwa para murid mengenal Dia sebab ia menyertai mereka dan akan tinggal di dalam diri mereka. Ayat ini sarat dengan muatan rohani.

Pertama-tama hendak disoroti bahwa menjadi murid Yesus itu berarti hidup mewaspadai gerak gerik kekuatan-kekuatan jahat, yakni “dunia”. Dalam Injil Yohanes kata “dunia” (kosmos) dipakai dalam arti seperti itu. (Di dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya kata kosmos tampil lebih dalam arti netral, tempat manusia hidup.) Bagi Yohanes, tempat manusia hidup itu, dunia, sudah dikuasai kegelapan. Dunia tidak mengenal Sang Sabda lagi walaupun diciptakan olehNya. Jadi dunia itu menyangkal asal usulnya sendiri dan dengan demikian mengubah diri menjadi tempat kegelapan, bukan tempat terang yang diciptakan oleh Sabda pada hari pertama itu. Karena itulah dalam Yoh 14:17 dikatakan dunia tidak bisa menerima Roh Kebenaran. Dunia seperti itu tidak memiliki kepekaan akan kehadiranNya. Lebih buruk lagi, dunia tidak mengenal asal usulnya sendiri. Tidak tahu asal serta tujuannya. Ini penderitaan terbesar. Namun rupa-rupanya dunia yang demikian ini bahkan tidak tahu bahwa menderita kehilangan persepsi akan asal dan tujuan sendiri.

Semua ini disodorkan kepada murid bukan untuk mengecam dunia dan menghukumnya, melainkan agar mengasihaninya dan mencarikan jalan bagi yang ada dalam kegelapan. Dalam upaya inilah murid-murid akan dikuatkan oleh dampingan Roh Kebenaran dan bimbingan sang Penolong sendiri. Jadi pengetahuan bahwa sang Penolong datang itu bukan untuk ditimang-timang belaka dan menjamin rasa aman sendiri, melainkan agar diamalkan demi kembalinya dunia kepada terang. Jadi ada pengutusan dan perutusan yang besar bagi para murid. (Pegutusan = perihal mengutus; perutusan = bersangkutan dengan pengalaman diutus.)

Dalam cara berpikir Yohanes, para murid itu bahkan jadi tempat Roh Kebenaran tinggal. Seperti kemah tempat berlindung di padang gurun yang penuh bahaya. Sekali lagi gambaran ini membuat murid-murid menyediakan diri bagi orang-orang yang terancam kekuatan-kekuatan gelap “dunia” yang menolak kehadiran ilahi tadi.

PENERAPAN BAGI GEREJA
Bila “Pesan-pesan terakhir” Yesus yang disampaikan Yohanes itu berisikan pengutusan dan perutusan sebesar itu, bagaimana penerapannya bagi orang biasa yang hidup di zaman ini? Kan sudah lama kita sadar wahana kehidupan kita tidak intrinsik buruk, malah jadi kalangan yang bisa makin memanusiakan – eh – menyosialisasikan gereja, kalau kata itu belum terlalu menggelembung kena inflasi di Indonesia. (Atau malah sudah gembos?)

Peneliti teks dan pengintip makna seperti saya tidak bisa bicara mengenai kenyataan sehari-hari seperti orang lapangan. Namun demikian saya melihat pengutusan dan perutusan murid-murid bukan sebagai panggilan agar menjauhi dunia, seburuk apapun, melainkan untuk mencarinya dan mengajaknya bicara. Lambat laun nanti dunia yang macam apapun itu akan mulai samar-samar mendengar suara Penolong yang tinggal dalam diri murid-murid atau siapa saja yang merasa jadi murid Yesus. Banyak dari mereka saya lihat jadi pendidik, entah di ruang kelas atau di masyarakat. Pendidik seperti ini bahkan akan belajar banyak dari keanekaragaman masyarakat yang diterjuni. Dan dalam dialog seperti itu akan tercipta keadaan yang baru yang dapat menjadi alternatif “dunia” lama yang kacau karena kegelapan. Gereja akan mengubah diri menjadi kumpulan orang yang bisa berbicara dengan kekuatan-kekuatan segelap apapun dan mengajaknya berjalan ke terang.

Satu catatan lagi. Bila kita ikuti cara berpikir Oom Hans, maka hubungan dengan kebenaran itu terjadi bukan dengan meng-klaim kebenaran atau mempersaksikan diri demikian. Ini sering berakhir dengan silang pendapat. Oom Hans bicara mengenai mengasihi kebenaran, artinya membiarkan diri dengan ikhlas dirasuki kebenaran. Murid yang sampai pada taraf ini akan menikmati hadirnya Parakleetos dan memperoleh hikmat dari Roh Kebenaran.

Salam,
A.Gianto