MIRIFICA.NEWS, Yogyakarta – Mengawali Hari Kedua Asian Youth Day di JEC, ribuan orang muda Katolik diajak untuk merfleksikan keberagaman di tengah masyarakat Asia. Di bawah tema : “Appreciating and Celbrating Our Diversity”, acara ini dibuka dengan Plenary Session ole Romo Dominicus Bambang Sutrisno.
Dalam Plenary Session itu dibicarakan sosok Barnabas Sarikormo, tokoh Katekis pertama di Indonesia, khususnya di Jawa. Plenary Session ini juga dipandang sebagai jembatan untuk memperkenalkan misi Katolik di Pulau Jawa dan nilai-nilai budaya warisan nenek moyang. Melalui sesi itu peserta juga diajak untuk menghargai jerih payah, kerja keras para tokoh, terutama upaya mereka mendorong penghayatan iman yang lebih selaras dengan lingkungan dan alam sekitar.
Menyusul Plenary Session peserta AYD 2017 akan dilanjutkan dengan Country Exhibit dan Region Sharing. Dua sesi ini merupakan sarana utama bagi peserta untuk merenung dan mengimplementasikan tema pada Days in Venue Hari Ke-2. Country Exhibit mencakup sejumlah booth yang menampilkan khasanah budaya masing-masing delegasi. Pesan dari setiap khasanah budaya yang ditampilkan pun lebih kuat pada upaya merawat bumi, mengacu pada dokumen Paus Fransiskus “Laudato Si: For Our Common Home”.
Kebutuhan Mendesak
Berbicara di sela-sela Press Conference hari kedua, Ketua Komisi Kepemudaan KWI, Mgr. Pius Riana Prabdi mengatakan saat ini ada satu kebutuhan mendesak dimana orang-orang muda Katolik perlu terlibat lebih dalam dan jauh untuk menyelamatkan bumi. Mgr. Pius mengatakan itu dengan merujuk pada ajakan Paus Fransiskus beberapa waktu lalu agar orang muda lebih aktif berperan terutama dalam menyelamatkan bumi.
Kaitannya dengan Laudato Si, Mgr. Pius mengatakan bahwa alam itu sejatinya merupakan bagian inheren dari hidup manusia. “Lewat alam, Tuhan memberi firman-Nya. Oleh karena itu, Uskup kelahiran Paniai, Papua, 5 Mei 1967 ini mengajak orang muda agar mereka mampu menjadi jembatan budaya yang konstruktif demi membangun harmoni di tengah masyarakat.
Dengan belajar dari sejarah perkembangan iman Katolik di Yogyakarta, Mgr. Pius mengatakan awal perkembangan Gereja di Jawa umumnya dimulai di pasar-pasar tradisional dan stasiun kereta api. Di sana orang saling berdialog dan bertukar pengalaman iman. “Mampukah orang muda menjadi jembatan dialog dengan orang-orang yang ditemui di mal-mal?”,
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.