SEJAK ditunjuk sebagai tuan rumah hajatan akbar perjumpaan Orang Muda Katolik se-Indonesia atau Indonesian Youth Day (IYD) 2016. Berbagai kesiapan dilakukan oleh Keuskupan Manado, salah satunya membangun sebuah venue utama yang dapat menampung kurang lebih 3.000 orang. Pembangunan ini tentu tak hanya untuk IYD saja, tapi selanjutnya bisa digunakan untuk pengembangan kegiatan orang muda dan keperluan lainnya. Amphitheater Emmanuel Youth Centre, demikian julukan yang diberikan bagi venue utama IYD, yang berlokasi di Lotta, Manado.
Mengintip Wikipedia, amphitheater berarti sebuah gelanggang terbuka yang digunakan untuk pertunjukan hiburan dan pertunjukan seni. Istilah amphitheater berasal dari bahasa Yunani kuno amphitheatron dari kata amphi yang berarti “di kedua sisi” atau “di sekitar” dan théātron, yang berarti “tempat untuk menonton”.
Amphitheater Yunani kuno dibangun membentuk setengah lingkaran, dengan tempat duduk berjenjang di sekitar area pertunjukan. Sedangkan amfiteater Romawi kuno berbentuk oval atau lingkaran dengan tempat duduk yang dibuat di sekelilingnya, serupa dengan stadion olahraga modern. Amfiteater modern bentuknya beraneka ragam; amfiteater yang lokasi tempat duduk penontonnya hanya di satu sisi, amfiteater melingkar atau amfiteater yang menyerupai stadion.
“Desain bangunan yang tepat untuk menampung 3.000 orang adalah amphitheater.”jelas ketua panitia IYD bagian pembangunan RD. Revi Tanod saat dihubungi Mirifica.net melalui sambungan telepon, Rabu (5/10/2016)
Seorang arsitek Perancis bernama Stanislass Adolf yang akrab dipanggil Stan adalah perancang Amphitheater Emmanuel Youth Centre. Ia merupakan salah satu anggota Emmanuel Community Manado yang tergabung dalam FIDESCO yang pernah berkarya di Unika De La Salle Manado.
Dalam permenungannya, Stan terinspirasi akan kisah mujizat perkawinan di Kana (Yoh. 2:1-11) di mana atas permohonan Bunda Maria, Yesus berkata kepada pelayan-pelayan pesta untuk mengisi tempayan-tempayan dengan air dan dengan kuasa-Nya, Yesus mengubah air itu menjadi Anggur yang berkualitas.
“OMK Indonesia juga diharapkan demikian, setelah datang di Manado mengikuti rangkaian kegiatan IYD, OMK datang sebagai air namun kembali ke daerah masing-masing sudah menjadi anggur yang berkualitas”jelas rektor Unika De La Salle Manado.
Dari konsep bejana ini kemudian Stan mendapat ide untuk menaruh 4 bejana didalam amfiteater yang dibuat masing-masing dengan 3 lantai. Dimana masing-masing lantai dapat menampung 250 orang.
Karena bentuk bangunan didesain seperti tempayan/bejana maka dindingnya juga dibuat dari bahan pembuatan bejana yaitu tanah liat. Sehingga batubata sebagai dinding dibuat secara khusus oleh pengrajin keramik dan gerabah Desa Pulutan, Kecamatan Remboken, Kabupaten Minahasa, sekitar 31 km dari Kota Manado atau 5 kilometer dari Danau Tondano, Sulawesi Utara.
Penuh Mujizat
“Selama proses pembangunan venue ini tak lepas dari mujizat Tuhan. Banyak kendala dan masalah yang dihadapi. Namun saat itu juga Tuhan memberikan solusi.”ungkap Pastor Revi Tanod. Masalah terkait tukang, material yang sering datang terlambat, konsultan lokal yang sulit menerjemahkan desain Stan, dan hal-hal teknis lainnya.
“Designnya sangat unik dan rumit. Konsultan arsitek lokal kurang memadai, bahkan kesulitan untuk bisa menerjemahkannya. Ini salah satu kendala yang kami hadapi selain masalah tukang dan material.”lanjutnya.
Namun sekali lagi semua karena Mujizat Tuhan. Bagaimana setiap kesulitan itu kami hadapi, Tuhan selalu menolong dan memberi solusi. Ada saja pertolongan yang datang menawarkan bantuan. “Bahkan ada yang sampai datang ke rumah saya, hanya untuk menawarkan bantuan.”ujar pastor Revi
Mendekati hari H pelaksanaan IYD, 4 hari sebelum puncak perayaan IYD 2016. Seperti pengamatan Mirifica.net venue sama sekali belum layak untuk digelar pesta akbar. Bahkan sebuah buldoser dan alat berat masih tampak berada di sekitar bangunan.Atap juga terpasang, lantai dasar pun masih tanah.
Tiga hari menjelang, semua kekuatan dikerahkan, tukang kerja lembur hingga malam hari. Bahkan ratusan TNI disiapkan untuk bergotong-royong membersihkan lokasi venue. “Saya sendiri terharu. Ini betul-betul mujizat. Selama ini banyak yang tidak yakin bahwa ini akan selesai tepat waktu, bahhkan semua orang di keuskupan meragukannya. Tapi tepat tanggal 4 lalu. Venue sudah layak untuk digunakan. Bahkan malamnya salib IYD ditahtakan dan pagi harinya semua OMK seluruh Indonesia dapat bersama-sama mengikuti perayaan ekaristi di Amphitheater.
Kelihatannya memang sangat mustahil jika bangunan sebesar ini bisa diselesaikan hanya dalam waktu 1 tahun 8 bulan. Seperti diketahui peletakkan batu pertama dilakukan bersamaan dengan ulang tahun tahbisan Mgr. Joseph Suwatan ke-25 (29/6/2015). Namun karena adanya sejumlah kendala dalam proses pembangunannya, praktis baru April pekerjaan ini dikebut.
“Semua betul-betul mujizat Tuhan. Meski masih banyak kekurangan di sana-sini.Tapi kami telah berusaha.”kata pungkas RD Revi Tanod
Keunikan lain dari Amphitheater Emmanuel Youth Centre, yakni adanya bejana pecah yang rencananya akan dibangun di belakang bangunan. Bejana pecah ini memiliki filosofi bahwa kita ini seperti bejana yang dibentuk Tuhan. Harta rohani yang disimpan di dalam sebuah bejana. Sementara bejana itu mudah sekali pecah. Ini mengingatkan kita bahwa manusia sekuat apapun, kita ini adalah bejana yang rapuh. Namun dalam kerapuhan Tuhan mengisi rahmat-Nya yang tak ternilai dan luar biasa. Disatu pihak mengingatkan cinta dan kepercayaan Tuhan kepada kita, disisi lain juga mengingatkan kita siapa diri kita, sehingga manusia tidak seharusnya menyombongkan dirinya.
Praktisi di bidang Public Relation, Tim Komsos KWI