Rm. Gerardus Mayella Bosco da Cunha O.Carm
Suatu siang, saat hari libur, di Pastoran Unio Indonesia Kramat VII Jakarta, tempat kami mondok bersama sebagai ‘tenaga kontrak’ di KWI, almarhum sebagai Sekretaris Komlit KWI dan saya sebagai Direktur OBOR, saya memperlihatkan beberapa buku tua, tentu saja buku-buku liturgi,yang saya ambil dari rak buku saya.
“Menurut romo apakah buku-buku liturgi ini baik kalau kita terbitkan ulang, karena ini buku-buku lama yang sudah tidak dijual di mana pun, namun saya yakin banyak imam dan petugas liturgi yang membutuhkannya”, tanya saja sambil memperlihatkan buku-buku itu. Sejenak Rm Bosco memeriksanya, lalu memilih beberapa buku untuk dihidupkan kembali. Tanpa birokrasi, tanpa ini itu yang sulit-sulit, tanpa bicara soal royalti, ia memutuskan beberapa buku untuk diterbitkan kembali. Lahirlah (kembali) buku-buku Liturgi Orang Sakit (semula 2 buku tapi kini dijadikan 1 buku), Upacara Pemakaman, dan buku Ibadat Berkat. Ketiganya adalah ‘buku babon’, yang menjadi sumber resmi untuk digunakan dan dijadikan referensi penyusunan buku-buku liturgi aplikatif terkait tema-tema tersebut.
“Bagaimana dengan Buku Bacaan Misa (BBM) yang 3 jilid dan kini kosong karena kita menunggu lahirnya Buku Misa Romawi edisi Bahasa Indonesia?”. “Belum ada rencana terbit yang baru, jadi lebih baik dicetak ulang untuk digunakan dalam berbagai misa di Indonesia”, tegas Rm. Bosco kala itu. Maka, terbit kembali BBM 1 (Hari Minggu & Hari Raya), BBM 2 (Harian), dan BBM 3 (Perayaan Khusus).
Selain itu, pada saat Rm Bosco menjadi Sekretaris Komisi Liturgi KWI (November 2008 s.d. Januari 2016) ada banyak buku penting liturgi yang diterbitkan, antara lain: Tata Perayaan Perkawinan (TPP 2012); Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi (2012); Tata Perayaan Pengikraran Kaul Kebiaraan (2013); Perayaan Sabda Hari Minggu & Hari Raya Tanpa Imam Misa Biasa (PSHMR 1, 2013); Perayaan Sabda Hari Minggu & Hari Raya Tanpa Imam Masa Khusus (PSHMR 2, 2014).
Lewat ketelitiannya ada banyak buku terkait liturgi yang diperiksa isinya untuk diberi nihil obstat. Ketelitiannya dalam memberi nihil obstat tampak jelas dengan aneka koreksian dan corat-coret menggunakan bolpen bertinta merah pada naskah-naskah buku tersebut. Selain kesibukannya sebagai Sekretaris Komlit KWI, ia masih sempat menulis dan menerbitkan berbagai buku liturgi yang hampir semuanya diterbitkan di OBOR.
Tugasnya di KWI seharusnya sudah berakhir pada November 2014, namun karena kesulitan mendapatkan tenaga pengganti, ia terpaksa harus memperpanjang pengabdiannya, sampai Januari 2016, ketika Romo John Rusae, imam dari Keuskupan Kupang, siap menggantikan posisi tugasnya di sini. Kecintaannya terhadap masalah-masalah liturgi pulalah, yang membuatnya rela dan siap diganggu untuk memberi nihil obstat untuk buku-buku liturgi OBOR, meskipun (sesuai rencana awal) ia akan menetap di komunitas karmelit di Maumere setelah selesai bertugas di KWI.
Rencana Tuhan berbeda dengan rencana manusia. Beberapa waktu yang lalu saat masih tinggal di Jakarta, ia mendapat gangguan jantung. Rencana semula untuk menetap di Maumere menjadi batal maka ia menetap di komunitas Provinsialat Karmelit Indonesia, Jalan Talang 3, Malang, Jawa Timur.
Berita duka hari ini datang dari Surabaya. Rabu pagi sekitar pukul 8.30 Rm Bosco da Cunha meninggal dunia di RS Premier International, Surabaya, setelah operasi pemasangan ring pada jantungnya. Siang jenazahnya dibawa ke Malang untuk disemayamkan di Aula KSB Gereja Hati Kudus Yesus, Kayutangan, Malang. Informasi yang diterima memuat jadwal upacara duka untuk mengantar almarhum menuju keabadian:
Kamis pukul 16 akan diadakan ibadat arwah
Jumat, 17 Juni 2016, pukul 18 diadakan ibadat pemberkatan jenazah dan upacara penutupan peti
Sabtu, 18 Juni 2016, pukul 09.00 diadakan misa requiem yang dilanjutkan dengan pemakaman di Pemakaman Sukun, Malang.
Obsesi terbesarnya adalah kelahiran buku resmi Misale Romawi Indonesia dan buku Ibadat Harian (Brevir) yang sampai hari ini masih belum selesai proses penerjemahannya. Janjinya untuk memeriksa dan memberikan nihil obstat atas buku-buku liturgi yang akan terbit di OBOR, biarlah tetap tinggal janji. Namun kini tugas mulia diberikan Allah untuknya: menjadi pendoa bagi kita semua.
Selamat jalan Romo Bosco.
Agustinus Surianto Himawan
Mantan Direktur OBOR
Imam diosesan (praja) Keuskupan Weetebula (Pulau Sumba, NTT); misiolog, lulusan Universitas Urbaniana Roma; berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI, Juli 2013-Juli 2019