PERTAPA Monako yang tinggal di Suriah antara abad empat dan lima. Ia hidup di sebuah pondok yang dilapisi kulit kambing. Akan tetapi, waktunya lebih banyak dihabiskan di alam terbuka, untuk berdoa dalam kesendirian. Pun, banyak orang datang meminta nasihat dan ingin mengikut cara hidup Maron.
Sebagai persekutuan, mereka berdoa dan memuji Tuhan sepanjang malam. Konseling yang diberikan memulihkan fisik dan jiwa pasiennya. Setelah ia meninggal, Arab menjajah Suriah, lalu banyak orang Kristen menetap di daerah pegunungan. Disiniah asal usul Gereja Maronite, yang pada Abad Pertengahan bersatu dengan Gereja Katolik.
“Saya ingat Maron sebagai orang yang diberkati seperti orang kudus lain. Ketika para dokter menyarankan obat yang berbeda untuk penyakit yang berbeda, Maron hanya menganjurkan satu obat, seperti yang lazim di kalangan orang kudus: doa. Bukan hanya penyakit yang disembuhkan, tapi jiwa-jiwa: mereka diangkat dari ketamakan, amarah, dibawa dalam kesederhanaan dan keadilan” – Theodoret dari Cyrus, ahli teologi yang berkawan dengan Maron.
sumber dan gambar: #santibeatiit
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.