Pematangsiantar – “MENULIS sebuah renungan tidaklah sulit,” tegas RD Agoeng Noegroho, fasilitator pelatihan menulis renungan untuk suster FCJM, Pematangsiantar, kemarin (2/2).
Pasalnya, renungan yang ideal bukan berasal dari cerita fiktif, tapi pengalaman pribadi yang betul-betul terjadi dan dapat dipetik buahnya.
Lantas, bagaimana mengejawantahkan pengalaman pribadi, mengutip Firman Tuhan yang relevan, menjadi sebuah renungan?
Ada empat tahap yang bisa dilakukan, yakni 4K: Kontekstualisasi, koneksi, komunikasi, konklusi.
1. Kontekstualisasi: mendarat selaras dengan peristiwa faktual sehari-hari.
2. Koneksi: menghubungkan persoalan kehidupan dengan Firman Tuhan.
3. Komunikasi: menyampaikan hasil pembelajaran kepada pembaca.
4. Konklusi: kesimpulan renungan dengan sesuatu yang bisa dilakukan oleh pembaca.
“Menambahkan ilustrasi akan membantu menjelaskan renungan yang disampaikan,” tukas RD Agoeng.
BACA JUGA:
Hal-hal yang menantang suster FCJM untuk menulis
Alasan minat baca yang kian menurun
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.