RANGKAIAN pelatihan public speaking untuk imam dan katekis di Saumlaki yang berlangsung dari Senin (27/6) lalu sampai hari ini diakhiri dengan misa bersama. Dirayakan secara konselebrasi bersama Romo Kamilus, Pr., Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI dan Romo Paul Kalkoy, Pr., Ketua Komisi Komsos Keuskupan Amboina, di Gereja Tritunggal Mahakudus, Sifnane-Omele.
Dalam kotbahnya, Romo Kamilus memfokuskan buah bacaan pertama dari Amos 3:1-8, 4:11-12, terutama dari ayat 2. Tuhan mengenal kita, Tuhan memilih kita menjadi katekis, pelayan Sabda-Nya.
Namun ada tantangan rendah diri yang muncul karena rasa tidak mampu. “Saya hanya lulus SD, apa bisa jadi katekis? Saya hanya nelayan, apa bisa umat memercayai omongan saya?” ajak Romo Kamilus kepada umat untuk merenung.
Romo Kamilus menekankan bahwa umat harus berpikir sebaliknya, “Bersyukur.. bersyukur karena diri kita yang terbatas ini, tapi Tuhan tetap pakai menjadi pengurus stasi, katekis, pelayan. Keistimewaan ini dari Tuhan, bukan karena kehebatan atau jasa kita sebagai manusia.”
Menjadi pelayan Tuhan tidaklah mudah. “Di balik kesibukan sehari-hari, kita harus menyisihkan waktu untuk umat. Menghadapi itu semua, terkadang kita takut, ragu. Nah, Tuhan sudah memercayai kita akan tanggungjawab ini. Bagaimana bila kita memercayai sesuatu kepada orang, tapi orang itu tidak mempertanggungjawabkan dengan baik?” kata Romo Kamilus.
Penghayatan Iman
Mengambil juga dari bacaan Injil, Matius 8:23-27, “Yesus sudah melihat potensi dalam diri murid-murid-Nya, demikian juga dalam diri kita, sehingga Ia memanggil kita. Namun apakah kita sudah memaksimalkan potensi itu? Mengapa kita takut dan kurang percaya seperti murid-murid waktu itu?” tukas Romo Kamilus.
Beliau juga menekankan, bahwa panggilan menjadi katekis tidak boleh diterima sebagai panggilan kosong, hanya status saja, tapi harus dimaknai dengan penuh tanggung jawab. “Harus ada totalitas dalam pelayanan kita,” ujar Romo Kamilus.
Mengenai iman dan percaya, Romo Kamilus berkata, “Maksud percaya dalam Injil hari ini bukan soal permainan logika saja, tapi percaya berarti kita ada bersama Dia dan siap menjalankan apapun tuntutan sebagai murid-Nya.”
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.