Beranda KATEKESE Teladan Kita 10 Desember: St. Yohanes Roberts

10 Desember: St. Yohanes Roberts

 

Yohanes dilahirkan di Wales pada tahun 1577. Meski bukan seorang Katolik, ia dididik oleh seorang imam tua. Jadi, sepeti katanya di kemudian hari, dalam hati ia senantiasa seorang Katolik. Yohanes pergi ke Universitas Oxford di Inggris beberapa waktu lamanya. Kemudian ia pergi ke Perancis untuk bersenang-senang. Nyatanya, perjalanan ini memberinya lebih dari sekedar kesenangan. Adalah di Paris, Perancis, ia menemukan kebahagiaan besar dalam menggabungkan diri dalam Gereja Katolik. Sesudahnya, Yohanes tidak membuang-buang waktu untuk mengambil langkah untuk ditahbiskan sebagai seorang imam. Ia pergi ke suatu sekolah tinggi Inggris di Spanyol dan menjadi seorang biarawan Benediktin. Kerinduannya yang besar untuk kembali ke Inggris menjadi kenyataan tiga tahun kemudian. Ia dan seorang biarawan lain mendapatkan ijin berangkat ke Inggris. Mereka tahu mara bahaya yang akan datang menghadang. Sesungguhnya, mereka tak harus lama menunggu sebelum kesulitan dimulai. Mereka memasuki Inggis dengan mengenakan topi bulu dan pedang di pinggang. Namun demikian, segera saja mereka ditangkap sebab mereka adalah imam Katolik dan diusir dari Inggris.

St Yohanes Roberts kembali ke Inggris lagi. Ia berkarya siang malam demi memelihara iman umat semasa penganiayaan keji oleh Ratu Elizabeth. Beberapa kali ia tertangkap, dijebloskan ke dalam penjara dan dibuang, tetapi ia selalu kembali. Terakhir kali ditangkap, Pater Yohanes baru saja selesai merayakan Misa. Tak ada jalan untuk melarikan diri. Ketika ditanya, ia memaklumkan dengan gagah bahwa ia seorang imam dan bairawan. Ia menjelaskan bahwa ia datang ke Inggris untuk berkarya demi keselamatan umat. “Andai aku hidup lebih lama,” tambahnya, “aku akan terus melakukan apa yang sekarang aku lakukan.” St Yohanes diadili secara tidak adil dan dijatuhi hukuman mati.

Malam sebelum pelaksanaan hukuman gantung, seorang perempuan Spanyol yang baik mengatur agar ia diperbolehkan mengunjungi delapanbelas tahanan lainnya. Mereka juga menderita demi Kristus. Sepanjang makan malam bersama, St Yohanes dipenuhi sukacita. Lalu terpikir olehnya mungkin sebaiknya ia tidak mengungkapkan kebahagiaannya begitu rupa. “Apakah kau pikir aku memberikan teladan yang buruk dengan sukacitaku ini?” tanyanya kepada perempuan yang baik itu. “Tentu saja tidak,” jawabnya, “Pater tak dapat melakukan yang terlebih baik selain dari membiarkan semua orang melihat kegagah-beranian penuh sukacita yang Pater miliki sementara Pater menyongsong maut demi Kristus.”

Keesokan harinya St Yohanes dihukum gantung. Khalayak ramai begitu terpesona oleh pribadi imam muda ini hingga mereka tak hendak membiarkan para algojo membuatnya menderita. St Yohanes Roberts wafat sebagai martir pada tahun 1610.

Pada hari ini, luangkanlah beberapa menit untuk berdoa bagi segenap laki-laki dan perempuan yang mendedikasikan hidup mereka demi mewartakan Injil kepada yang lain.